Home
Links
Contact
About us
Impressum
Site Map?


Afrikaans
عربي
বাংলা
Dan (Mande)
Bahasa Indones.
Cebuano
Deutsch
English-1
English-2
Español
Français
Hausa/هَوُسَا
עברית
हिन्दी
Igbo
ქართული
Kirundi
Kiswahili
മലയാളം
O‘zbek
Peul
Português
Русский
Soomaaliga
தமிழ்
తెలుగు
Türkçe
Twi
Українська
اردو
Yorùbá
中文



Home (Old)
Content (Old)


Indonesian (Old)
English (Old)
German (Old)
Russian (Old)\\

Home -- Indonesian -- 11-Presuppositional Apologetics -- 001 (Apologetics: What is it and what is it not?)
This page in: -- Chinese -- English -- French? -- German -- INDONESIAN -- Russian -- Tamil -- Ukrainian

Next Chapter

11. APOLOGETIKA PRESUPOSISIONAL
Bagaimana Mengungkapkan Kelemahan Mendasar dan Kebohongan Yang Tersembunyi Saat Iman Kristen Diserang
BAGIAN 1 - PENGANTAR APOLOGETIKA

1. Apologetika: Apakah apologetika dan apa yang bukan apologetika?


Apologetika adalah cabang dari studi Kristen yang bertanggung-jawab untuk memberikan apa yang disebutkan oleh Alkitab mengenai “apologia” “ἀπολογία” – sebuah pembelaan yang bertanggung-jawab atas iman Kristen. Ini bukan untuk memohon maaf pada seseorang, dengan mengatakan, “Maafkan saya” karena telah berbuat salah, melainkan dimaksudkan untuk memberikan sebuah jawaban yang memiliki alasan dan menjelaskan mengapa Anda benar adanya. Seperti yang dijelaskan oleh Petrus “untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu” (1 Petrus 3:15).

Catatan-catatan ini telah ditulis untuk menyertai empat ceramah mengenai apologetika presuposisional. Catatan yang pertama adalah pengantar umum atas subjek tersebut; catatan kedua mengenai metodologi apologetika presuposisional; catatan ketiga dan keempat mengenai bagaimana kita dapat menghadapi pandangan dunia yang berlawanan. Namun, catatan-catatan ini tidak terbagi secara rapi dalam bab-bab, melainkan disajikan dalam bentuk diskusi yang terintegrasi dari topik-topik tersebut.

Sebelum mendalaminya, marilah kita mengawalinya dengan mendefinisikan dan menjelaskan dengan tepat tentang apa yang akan kita bicarakan. Mendefinisikan istilah-istilah selalu penting untuk dilakukan, dan terlebih lagi untuk apologetika. Ketika semua istilah menjadi jelas, maka subjek ini menjadi tidak terlalu rumit.

Sejak awal ke-Kristenanan, umat Kristiani sudah terlibat dalam apologetika. Satu dari temuan pertama yang tercatat di dalam Alkitab adalah di dalam Injil Matius (pasal 22). Di dalamnya, kita melihat bagaimana tanggapan Yesus atas berbagai serangan yang menentang keabsahan dari pengajaran-Nya. Kita melihat orang-orang Farisi berusaha untuk “menjerat Yesus dengan perkataan-Nya” (ayat 15), kemudian orang-orang Saduki juga melakukan hal yang sama (ayat 23), dan di akhir pasal 22, para ahli Taurat juga berusaha menjerat Yesus (ayat 35). Saat itulah Yesus menanggapi serangan mereka, dengan bertanya kepada mereka mengenai Kristus: “Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak siapakah Dia?” (Matius 22:42) Pasal ini diakhiri dengan ayat yang luar biasa: “Tidak ada seorang pun yang dapat menjawab-Nya, dan sejak hari itu tidak ada seorang pun juga yang berani menanyakan sesuatu kepada-Nya.” (Matius 22:46)

Pasal tersebut adalah sebuah ilustrasi yang jelas tentang apologetika Kristen, menyatakan kepada kita apa yang dimaksudkan dan juga apa yang tidak. Yesus menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dengan sopan, dengan pertanggungan jawab, dengan seksama dan finalitas, dan sedemikian rupa menaruh beban tersebut kembali kepada para lawan-Nya. Hasil akhirnya malahan menyatakan: tidak ada seorang pun dari mereka berani menanyakan sesuatu kepada-Nya lagi. Jawaban berupa pertanyaan dari Yesus membuktikan bahwa sebenarnya mereka tidak bermaksud mencari jawaban. Jika mereka benar-benar mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan mereka, mereka pastilah akan sangat bersemangat! Karena mereka telah menemukan seseorang yang dapat menjawab semua pertanyaan mereka! Tetapi, tentu saja kita tahu bahwa itu bukanlah tujuan mereka.

Apa yang Yesus tidak lakukan juga sangat instruktif. Diantaranya adalah:

Dia tidak menjadi marah.
Dia tidak menghindar dan malah menunjuk pada kemunafikan mereka (ayat 18) dan kesesatan mereka karena tidak mengerti Kitab Suci (ayat 29).
Dia tidak menghindari pertanyaan (walaupun Dia menjawab secara tidak langsung) .
Dia tidak menggunakan kesaksian pribadi-Nya.
HDia tidak subyektif dalam memberikan jawaban-Nya.
Dia mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menyampaikan maksud-Nya (ayat 41-45).

Dalam apologetika yang Alkitabiah, kita tidak menyajikan ke-Kristenan sebagai kemungkinan benar tetapi dengan kepastian. Alkitab berbicara tentang Allah dengan penuh kepastian. Mari kita lihat temuan apologetika dari khobah Petrus di dalam Kisah Para Rasul 2.

”Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus” (Kisah Para Rasul 2:36).

Petrus tidak memberi kesan kepada para pendengarnya bahwa apa yang dikatakannya adalah mungkin benar; melainkan dia mengatakan kita harus tahu dengan pasti. Kata yang dia gunakan adalah “ἀσφαλῶς” (asfalós). Kata tersebut juga digunakan di bagian lain dalam Perjanjian Baru yang berarti menjaga seseorang dengan sungguh-sungguh (Kisah 16:23, Markus 14:44). Menurut Petrus, Firman Allah sampai kepada kita supaya kita tahu bahwa apa yang telah diajarkan kepada kita sungguh benar (Lukas 1:4), “Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh” (1 Tesalonika 1:5).

www.Grace-and-Truth.net

Page last modified on July 17, 2023, at 04:00 AM | powered by PmWiki (pmwiki-2.3.3)