Home
Links
Contact
About us
Impressum
Site Map?


Afrikaans
عربي
বাংলা
Dan (Mande)
Bahasa Indones.
Cebuano
Deutsch
English-1
English-2
Español
Français
Hausa/هَوُسَا
עברית
हिन्दी
Igbo
ქართული
Kirundi
Kiswahili
മലയാളം
O‘zbek
Peul
Português
Русский
Soomaaliga
தமிழ்
తెలుగు
Türkçe
Twi
Українська
اردو
Yorùbá
中文



Home (Old)
Content (Old)


Indonesian (Old)
English (Old)
German (Old)
Russian (Old)\\

Home -- Indonesian -- 16-Who Started Islam -- 028 (The message of the Suhuf Ibrahim: What did the God of Abraham start?)
This page in: -- English -- INDONESIAN -- Malayalam -- Russian -- Tamil? -- Ukrainian

Previous Chapter

16. Siapa yang Memulai Islam: Abraham atau bangsa Arab?
Bab 7. Isi dan pesan dari Suhuf Ibrahim

7.2. Pesan dari Suhuf Ibrahim: Apa yang dimulai oleh Allah Abraham?


Dari penjelasan di atas, Anda dapat melihat bahwa Suhuf Ibrahim (halaman-halaman kitab suci Abraham) dalam Taurat Musa berbahasa Ibrani pada dasarnya adalah kisah keluarga Abraham dan istrinya, yaitu sebuah Sirat dari Abraham dan Sara. Untuk meringkas pesan keseluruhan dari Suhuf Ibrahim ini, kami akan berfokus pada bagaimana TUHAN berurusan dengan dan apa yang Dia katakan kepada Abraham dan istrinya, Sara, dan bagaimana dalam perjumpaan ini TUHAN menjadi Allah Abraham. Sambil merangkum peristiwa-peristiwa ini, kita akan menemukan jawaban atas pertanyaan tentang apa yang dimulai oleh Allah Abraham.

Pada bab 2 di atas, kita telah mengetahui bahwa Al-Quran tidak menyebutkan rincian geografis tentang di mana Abraham tinggal dan ke mana ia melakukan perjalanan. Selain itu, 242 ayat Al-Quran tentang Ibrahim tidak memberikan informasi kronologis, yang memungkinkan Anda untuk mengurutkan kejadian-kejadian dalam kehidupan Ibrahim dalam urutan historisnya sesuai dengan ayat-ayat Al-Quran. Hal ini sekali lagi sangat berbeda dalam Suhuf Ibrahim. Di sana Anda akan menemukan informasi tentang usia Abraham dan istrinya Sara sehubungan dengan sejumlah peristiwa dalam kehidupan mereka, yang dijelaskan dalam Suhuf Ibrahim. Rincian kronologis ini menunjukkan bahwa bagian-bagian dalam Suhuf Ibrahim mengikuti urutan peristiwa dalam kehidupan Abraham dan Sara. Ketika kita meringkas pesan dari Suhuf Ibrahim, kita akan mengikuti urutan kronologis ini.

Juga, Anda akan melihat bahwa dalam Suhuf Ibrahim terdapat perubahan nama Abraham dan Sara. Nama mereka pada awalnya adalah Abram dan Sarai, yang kemudian diubah oleh TUHAN menjadi Abraham dan Sara. Kami juga tetap setia pada karakteristik khusus Suhuf Ibrahim ini dalam peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan Abraham dan Sara:

7.2a) Ketika Abram berusia 75 tahun, ia diutus oleh TUHAN ke tanah yang dijanjikan: Kebenaran pertama tentang Abram adalah bahwa TUHAN tidak mengutusnya kepada bangsanya, seperti banyak nabi yang diutus kepada bangsanya sebagai utusan TUHAN. Sebaliknya, Abram diutus untuk menjauh dari bangsanya, karena TUHAN ingin memulai sesuatu yang sangat baru dengan dan melalui Abram. Hal ini dapat dilihat di awal kisah kehidupan Abram: 1 Berfirmanlah Tuhan kepada Abram: ”Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; 2 Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. 3 Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.” (Kejadian 12:1-3) Di sini TUHAN memerintahkan Abram untuk meninggalkan tempat asalnya dan keluarganya. Perintah ini berkaitan dengan janji TUHAN kepada Abram: ia sendiri akan menjadi bangsa atau umat yang besar, ia akan diberkati dan menjadi berkat bagi seluruh umat manusia. Jadi, alasan mengapa Abram tidak diutus oleh TUHAN kepada bangsanya seperti nabi-nabi yang lain adalah karena TUHAN ingin memulai suatu umat yang baru dan istimewa melalui dia. Hal ini menjadikan Abram unik di antara mereka yang diutus oleh TUHAN.

Abram menaati perintah TUHAN ini: 4 Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan Tuhan kepadanya, dan Lot pun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran. 5 Abram membawa Sarai, isterinya, dan Lot, anak saudaranya, dan segala harta benda yang didapat mereka dan orang-orang yang diperoleh mereka di Haran; mereka berangkat ke tanah Kanaan, lalu sampai di situ. 6 Abram berjalan melalui negeri itu sampai ke suatu tempat dekat Sikhem, yakni pohon tarbantin di More. Waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu. 7 Ketika itu Tuhan menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: ”Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu.” Maka didirikannya di situ mezbah bagi Tuhan yang telah menampakkan diri kepadanya. (Kejadian 12:4-7) Tanah yang diutus TUHAN kepadanya adalah tanah Kanaan, yang saat ini disebut Palestina atau Israel. Ketika sampai di sana, TUHAN tidak hanya berbicara kepada Abram, tetapi TUHAN menampakkan diri-Nya kepada Abram. Artinya, TUHAN datang kepada Abram untuk berbicara kepadanya secara langsung. Apa yang Dia katakan kepadanya? Abram tidak hanya akan memiliki keturunan, tetapi keturunan ini juga akan menerima tanah Kanaan yang telah ia capai.

7.2b) Ketika Abram berusia antara 75 dan 85 tahun, TUHAN menegaskan janji-janji-Nya kepadanya: Setelah Abram sampai di tanah yang telah disediakan TUHAN, ia melakukan perjalanan ke arah selatan. Setelah menghabiskan beberapa waktu di Mesir, di mana Abram dan Sarai menghadapi masalah dengan Firaun, yang kemudian diselamatkan oleh TUHAN (Kejadian 12:1-20), ia kemudian kembali ke tanah Kanaan, di mana ia dan keponakannya, Lot, berpisah (Kejadian 13:1-3). Dengan demikian, Abram dan istrinya Sarai tidak hanya meninggalkan tanah kelahiran mereka dan sebagian besar sanak saudara mereka, tetapi sekarang mereka telah berpisah dengan semua sanak saudara mereka, seperti yang telah Tuhan katakan pada awalnya. Lot dan hamba-hambanya memilih lembah Yordan yang subur dan Abram dengan hamba-hambanya pindah ke daerah perbukitan Kanaan yang kurang subur. Kemudian kita membaca: "14 Setelah Lot berpisah dari pada Abram, berfirmanlah Tuhan kepada Abram: ”Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, 15 sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya. 16 Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmu pun akan dapat dihitung juga." (Kejadian 13:14-16) Perhatikan bahwa TUHAN tidak memberitahukan kepada Abram apa yang harus ia beritakan kepada orang lain, seperti para nabi pada umumnya. Sebaliknya, TUHAN memberikan rincian tambahan mengenai janji-janji-Nya kepada Abram: ia tidak hanya akan mendapatkan sebagian dari Tanah Kanaan, tetapi semuanya, dan keturunannya tidak hanya akan menjadi sebuah bangsa, tetapi juga tidak akan terhitung jumlahnya.

Tahun-tahun berlalu tanpa Abram dan Sarai memiliki keturunan. Mereka sangat merindukan untuk memiliki seorang anak laki-laki. Oleh karena itu, Abram mulai merasa ragu dan gelisah. Dalam situasi ini kita membaca: "1 Kemudian datanglah firman Tuhan kepada Abram dalam suatu penglihatan: ”Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar.” 2 Abram menjawab: ”Ya Tuhan Allah, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu.” ... 4 Tetapi datanglah firman Tuhan kepadanya, demikian: ”Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu.” 5 Lalu Tuhan membawa Abram ke luar serta berfirman: ”Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.” Maka firman-Nya kepadanya: ”Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” 6 Lalu percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kejadian 15:1-6) Sungguh menakjubkan bahwa TUHAN tidak menghukum Abram karena keraguannya, tetapi Dia mendorongnya untuk terus percaya kepada TUHAN. Selain itu, Dia membuat janji-janji-Nya kepada Abram menjadi lebih tepat lagi, yaitu bahwa TUHAN berjanji kepadanya bahwa dia akan memiliki seorang anak laki-laki dan keturunannya akan menjadi sebanyak bintang di langit. Bagaimana reaksi Abram? Ia percaya dan mempercayai TUHAN, yang memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. Ini adalah kebenaran rohani yang revolusioner: Anda tidak menjadi benar dengan menaati TUHAN, tetapi Anda menjadi benar dengan percaya kepada TUHAN dan mempercayai apa yang Dia janjikan kepada Anda. Seluruh Injil al-Masih (Injil Kristus) dibangun di atas fondasi kebenaran oleh iman ini. Bagian ini diakhiri dengan detail lainnya: "Pada hari itulah TUHAN mengadakan perjanjian dengan Abram serta berfirman: ”Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat ..." (Kejadian 15:18) Di sini Tuhan tidak hanya membuat janji, tetapi Dia membuat sebuah perjanjian, dalam hal ini kontrak satu pihak dengan Abram, di mana bagian Abram adalah bahwa keturunannya akan memiliki seluruh tanah itu dan tidak ada hal lain yang dituntut dari pihak Abram, selain kepercayaan dan imannya kepada TUHAN bahwa Dia akan menggenapi janji-janji-Nya.

7.2c) Ketika Abram berusia 85 tahun, istrinya, Sarai, dan dia sendiri mencoba untuk menyelesaikan masalah ketidakberdayaan mereka untuk memiliki anak.: Terlepas dari semua janji ini dan bahkan perjanjian TUHAN dengannya, keraguan Abram dan istrinya tidak berhenti. Akhirnya, mereka ingin mencari solusi sendiri. Inilah yang mereka lakukan: "1 Adapun Sarai, isteri Abram itu, tidak beranak. Ia mempunyai seorang hamba perempuan, orang Mesir, Hagar namanya. 2 Berkatalah Sarai kepada Abram: ”Engkau tahu, Tuhan tidak memberi aku melahirkan anak. Karena itu baiklah hampiri hambaku itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak.” Dan Abram mendengarkan perkataan Sarai. 3 Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, – yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan –, lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya. 4 Abram menghampiri Hagar, lalu mengandunglah perempuan itu. Ketika Hagar tahu, bahwa ia mengandung, maka ia memandang rendah akan nyonyanya itu." (Kejadian 16:1-4) Ini adalah trik yang digunakan Sarai dan suaminya, Abram, untuk mendapatkan keturunan. Hasilnya, Sarai menjadi cemburu kepada pembantunya, Hagar, dan memperlakukannya dengan kasar sampai-sampai Hagar melarikan diri dari Sarai ke padang gurun.

7.2d) Ketika Abram berusia 86 tahun, putranya, Ismail, lahir: Di padang gurun, malaikat TUHAN menjumpai Hagar dan berkata kepadanya, 9 ...”Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di bawah kekuasaannya.” 10 Lagi kata Malaikat Tuhan itu kepadanya: ”Aku akan membuat sangat banyak keturunanmu, sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya.” 11 Selanjutnya kata Malaikat Tuhan itu kepadanya: ”Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab Tuhan telah mendengar tentang penindasan atasmu itu. ... 15 Lalu Hagar melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abram dan Abram menamai anak yang dilahirkan Hagar itu Ismael. 16 Abram berumur delapan puluh enam tahun, ketika Hagar melahirkan Ismael baginya." (Kejadian 16:9-11 dan 15-16) Ini adalah peristiwa yang luar biasa. Seorang wanita, bahkan seorang budak wanita, dicari oleh Allah melalui malaikat TUHAN, yang tidak hanya memberi Hagar petunjuk, tetapi juga janji-janji yang luar biasa! Dia akan melahirkan seorang anak laki-laki, yang namanya dipilih oleh malaikat TUHAN sendiri, dan keturunan Hagar dari anak laki-lakinya itu akan berlipat ganda sehingga tidak seorang pun dapat menghitungnya. Ini adalah kesaksian yang mengharukan tentang belas kasihan dan kelembutan TUHAN. Bukan salah Hagar, melainkan Abram dan Sarai yang telah mencoba mengelabui TUHAN dengan cara yang curang untuk mendapatkan keturunan. Oleh karena itu, Hagar tidak dihukum, tetapi justru diberkati dengan keturunan yang langgeng dan banyak.

7.2e) Ketika Abraham berusia 99 tahun, TUHAN menjadi Allah Abraham dan menjanjikannya seorang anak laki-laki dari istrinya yang mandul, Sara.: Setelah kejadian ini, Suhuf Ibrahim tidak menceritakan apa yang terjadi saat itu. Baru tiga belas tahun kemudian TUHAN turun tangan lagi. Kita membaca: 1 Ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka Tuhan menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya: ”Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela. 2 Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau, dan Aku akan membuat engkau sangat banyak.” 3 Lalu sujudlah Abram, dan Allah berfirman kepadanya: 4 ”Dari pihak-Ku, inilah perjanjian-Ku dengan engkau: Engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. 5 Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. ... 7 Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu. 8 Kepadamu dan kepada keturunanmu akan Kuberikan negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya; dan Aku akan menjadi Allah mereka.” (Kejadian 17:1-5 dan 7-8) Sekali lagi, ini adalah kejadian yang luar biasa. TUHAN tidak menghukum Abram karena rencana busuknya untuk mengelabui Allah dengan mendapatkan keturunan melalui hamba perempuan dari istrinya. Dia hanya menerima teguran untuk berjalan di hadapan TUHAN dan menjadi sempurna, yaitu hanya mematuhi apa yang TUHAN perintahkan dan janjikan kepadanya. Hal ini sangat menyentuh hati Abram sehingga ia tersungkur di hadapan TUHAN dalam ketakutan. Dia berharap akan dihakimi dan dihukum karena tidak menaati TUHAN. Namun, Allah justru memperbarui janji-Nya tentang keturunan baginya dan memberi Abram nama baru, yaitu Abraham, yang berarti "Bapa segala bangsa". Dan kemudian TUHAN menjadi ALLAH ABRAHAM! Melalui hal ini, Allah dengan cara yang unik mengikatkan diri-Nya kepada Abraham dan keturunannya sehingga untuk selanjutnya Ia disebut sebagai Allah Abraham. Dengan demikian, Ia juga menjadi Allah dari umat di masa depan, yang akan berasal dari keturunan Abraham: suatu umat yang baru, yaitu UMAT ALLAH SENDIRI. Inilah yang ingin dimulai oleh Allah Abraham dengan dan melalui Abraham. Selain itu, TUHAN juga memperbarui janji bahwa Abraham dan keturunannya akan memiliki tanah yang didatangi Abraham, yaitu Tanah Kanaan.

Dan setelah melembagakan tanda perjanjian ini, yaitu sunat kulit khitan bagi semua anggota keluarga Abraham, Allah melangkah lebih jauh lagi. Kita membaca: 15 Selanjutnya Allah berfirman kepada Abraham: ”Tentang isterimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya. 16 Aku akan memberkatinya, dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku akan memberkatinya, sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya.” 17 Lalu tertunduklah Abraham dan tertawa serta berkata dalam hatinya: ”Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan seorang anak dan mungkinkah Sara, yang telah berumur sembilan puluh tahun itu melahirkan seorang anak?” 18 Dan Abraham berkata kepada Allah: ”Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!” 19 Tetapi Allah berfirman: ”Tidak, melainkan isterimu Saralah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya. 20 Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar. 21 Tetapi perjanjian-Ku akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu seperti ini juga.” (Kejadian 17:15-21) Ini telah menjadi tujuan Allah sejak awal, untuk memberikan Abraham seorang anak dari istrinya yang mandul sebagai tanda untuk selama-lamanya, bahwa Allah adalah asal mula dari umat yang baru. Namun, karena tipu daya Hagar dan Ismael, TUHAN harus meluruskan semuanya. Tuhan sekarang menunjukkan bahwa Dia ingin meneguhkan perjanjian-Nya dengan keturunan Abraham dari istri sejatinya, Sara. Karena keduanya sudah sangat tua, janji Allah ini membuat Abraham tertawa dalam keheranan. Oleh karena itu, Allah memberitahunya bahwa nama anaknya dari Sara akan menyiratkan tertawa, karena nama "Ishak" secara harfiah berarti "Dia tertawa", yang berarti Abraham menertawakan janji Allah yang luar biasa ini. Selain itu, mengingat Ismael, yang telah dilahirkan oleh Hagar, Allah berjanji untuk melipatgandakannya juga. Namun, Allah menentang Abraham, dengan memutuskan bahwa perjanjian-Nya dengan Abraham hanya akan diteruskan kepada ahli warisnya dari istri sejatinya, Sara.

7.2f) Ketika Abraham berusia 100 tahun, Ishak lahir dari istrinya yang mandul, Sara, dan Ismael diusir bersama ibunya.: Tepat satu tahun kemudian, hal ini terjadi. Apa yang telah dinubuatkan Tuhan kepada Abraham dan Sara terjadi. Berikut ini adalah rinciannya: 1 Tuhan memperhatikan Sara, seperti yang difirmankan-Nya, dan Tuhan melakukan kepada Sara seperti yang dijanjikan-Nya. 2 Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya. 3 Abraham menamai anaknya yang baru lahir itu Ishak, yang dilahirkan Sara baginya. ... 5 Adapun Abraham berumur seratus tahun, ketika Ishak, anaknya, lahir baginya." (Kejadian 21:1-3 dan 5) Jangan pernah meragukan firman dan janji Allah! TUHAN, Allah Abraham, sangat unik karena Dia sepenuhnya jujur dan setia. Mustahil bagi-Nya untuk berdusta! Dan ayat-ayat ini membuktikan karakteristik Allah Abraham ini. Janji-Nya satu tahun sebelumnya adalah benar dan Dia setia dengan membiarkan mukjizat pada Sara terjadi. Sara mandul dan secara manusiawi tidak mungkin baginya untuk melahirkan seorang anak. Mungkin inilah alasannya, mengapa nama Abraham tidak disebutkan sehubungan dengan kelahiran Ishak. Hanya dalam kaitannya dengan kelahiran Ishak, nama Abraham disebutkan. Karena alasan inilah, di kemudian hari, keturunan Abraham melalui Ishak kadang-kadang disebut "anak-anak TUHAN" (Lihat misalnya dalam Taurat: Ulangan 14:1 "Kamu adalah anak-anak TUHAN, Allahmu.")

Kemudian kedua putra Abraham tumbuh dewasa. Tidak dapat dipungkiri bahwa persaingan dan kecemburuan akan muncul. Akhirnya, Sara, sebagai majikan, merasa muak. Dia menuntut Abraham untuk mengusir Hagar dan putranya, Ismail. Hal ini sangat membuat Abraham tidak senang. Namun, Allah kembali turun tangan: '''"12 Tetapi Allah berfirman kepada Abraham: ”Janganlah sebal hatimu karena hal anak dan budakmu itu; dalam segala yang dikatakan Sara kepadamu, haruslah engkau mendengarkannya, sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak. 13 Tetapi keturunan dari hambamu itu juga akan Kubuat menjadi suatu bangsa, karena ia pun anakmu.” 14 Keesokan harinya pagi-pagi Abraham mengambil roti serta sekirbat air dan memberikannya kepada Hagar. Ia meletakkan itu beserta anaknya di atas bahu Hagar, kemudian disuruhnyalah perempuan itu pergi. Maka pergilah Hagar dan mengembara di padang gurun Bersyeba." (Kejadian 21:12-14)''' Di satu sisi, ini adalah hukuman yang sudah diperkirakan oleh Abraham selama ini. Namun sekarang datang dalam bentuk yang tidak ia duga. Sangat menyakitkan baginya untuk mengusir anak sulungnya bersama ibunya ke padang gurun. Namun pada saat itu, ia telah belajar dari pengalamannya: jangan pernah berdebat dengan TUHAN, yang penuh dengan kebenaran, kesetiaan, dan kasih sayang. Maka, ia mempercayakan Ismael dan Hagar ke dalam pemeliharaan TUHAN yang telah menolongnya dalam banyak situasi sulit.

Dan inilah yang terjadi. Anak laki-laki dan ibunya sangat menderita karena kekurangan air. Anak laki-laki itu menangis dengan sedihnya. Tapi Allah campur tangan: "17 Allah mendengar suara anak itu, lalu Malaikat Allah berseru dari langit kepada Hagar, kata-Nya kepadanya: ”Apakah yang engkau susahkan, Hagar? Janganlah takut, sebab Allah telah mendengar suara anak itu dari tempat ia terbaring. 18 Bangunlah, angkatlah anak itu, dan bimbinglah dia, sebab Aku akan membuat dia menjadi bangsa yang besar.” 19 Lalu Allah membuka mata Hagar, sehingga ia melihat sebuah sumur; ia pergi mengisi kirbatnya dengan air, kemudian diberinya anak itu minum. 20 Allah menyertai anak itu, sehingga ia bertambah besar; ia menetap di padang gurun dan menjadi seorang pemanah. 21 Maka tinggallah ia di padang gurun Paran, dan ibunya mengambil seorang isteri baginya dari tanah Mesir." (Kejadian 21:17-21) Di sini sekali lagi kita melihat belas kasihan dan kelembutan Allah Abraham bekerja. Dia tidak membiarkan anak sulung Abraham ini mati di padang gurun, tetapi Dia menolong dia dan ibunya untuk bertahan hidup dan mendapatkan kembali kepercayaan diri mereka melalui sebuah janji yang luar biasa. Hasilnya adalah meskipun Ismael tidak lagi diizinkan untuk tinggal bersama Abraham, ia berkembang menjadi seorang pria yang kuat dan energik dan kemudian mendirikan sebuah bangsa yang lengkap, yaitu bangsa Ismael. Namun, dari sudut pandang Abraham, ini adalah satu langkah lebih lanjut dalam memenuhi perintah awal TUHAN kepadanya, yaitu untuk meninggalkan semua sanak saudaranya dan memulai sebuah umat yang baru hanya dengan Sara, istri sejatinya. Abraham juga taat dalam hal ini. Namun ada satu ujian lagi yang harus dilaluinya, yang merupakan ujian yang paling sulit.

7.2g) Ketika Abraham berusia lebih dari 100 tahun, ia diperintahkan oleh Allah untuk mengorbankan anaknya Ishak untuk menguji rasa takutnya kepada Tuhan: Kami menyimpulkan ringkasan pesan dari Suhuf Ibrahim ini dengan sampai pada peristiwa yang paling sulit dan menyakitkan dalam kehidupan Abraham. Allah meminta Abraham untuk melakukan sesuatu yang mengerikan. Inilah yang kita baca: "1 Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Ia berfirman kepadanya: ”Abraham,” lalu sahutnya: ”Ya, Tuhan.” 2 Firman-Nya: ”Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” 3 Keesokan harinya pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya." (Kejadian 22:1-3) Setelah berpuluh-puluh tahun menantikan seorang putra dari istrinya yang mandul, Sara, dan setelah mengalami mukjizat ketika Allah memberinya seorang putra meskipun usia mereka sudah tua, Allah datang dan memintanya untuk melakukan hal yang sangat mengerikan. Bagaimana reaksi Abraham? Sementara itu, setelah melihat bagaimana TUHAN menangani Sodom dan Gomora (yang tidak kita bahas di sini) dan setelah melihat kuasa penciptaan Allah yang luar biasa dalam kelahiran putranya, Ishak, ia belajar untuk mempercayai Allah yang mahakuasa ini. Oleh karena itu, ia langsung taat tanpa mempertanyakan Allah dengan cara apa pun. Ia percaya sepenuhnya kepada Allah yang telah ia alami sebagai Allah yang jujur, setia dan penuh belas kasihan. Dia pergi bersama anaknya Ishak ke tempat yang telah ditentukan, membangun mezbah untuk mengorbankan korban bakaran, meletakkan kayu di atas mezbah dan mengikat Ishak di atas kayu itu untuk membunuhnya, lalu membakarnya dengan kayu itu sebagai korban bakaran bagi Allahnya.

Namun, ketika Abraham hendak menyembelih putranya, Ishak, sesuatu yang tak terduga terjadi: "11 Tetapi berserulah Malaikat Tuhan dari langit kepadanya: ”Abraham, Abraham.” Sahutnya: ”Ya, Tuhan.” 12 Lalu Ia berfirman: ”Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.” 13 Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan di belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya. " (Kejadian 22:11-13) Ayat ini membuktikan bahwa Abraham benar dalam mempercayai TUHAN, Allahnya! Dia benar-benar berbelas kasihan dalam menyelamatkan nyawa anaknya, Ishak, dan Dia yang meminta Abraham untuk mengorbankan anaknya, Ishak, karena Allah turun tangan pada saat yang tepat untuk menyelamatkan nyawa Ishak. Hal ini sangat memperkuat iman dan kepercayaan Abraham kepada Allahnya.

Allah kemudian bereaksi dengan cara yang unik terhadap kesiapan Abraham untuk mengorbankan anaknya kepada TUHAN: "15 Untuk kedua kalinya berserulah Malaikat Tuhan dari langit kepada Abraham, 16 kata-Nya: ”Aku bersumpah demi diri-Ku sendiri – demikianlah firman Tuhan –: Karena engkau telah berbuat demikian, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku, 17 maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya. 18 Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku.”" (Kejadian 22:15-18) Ketika kita mengucapkan sumpah, kita biasanya memohon kepada sesuatu yang lebih berkuasa daripada diri kita sendiri. Akan tetapi, Allah tidak memiliki sesuatu yang lebih berkuasa daripada diri-Nya sendiri. Oleh karena itu, Ia bersumpah demi diri-Nya sendiri, karena Ia benar-benar jujur dan setia. Allah tidak hanya memberikan Abraham sebuah harapan berkat, tetapi sebuah sumpah berkat yang sepenuhnya dapat diandalkan dengan bersumpah bahwa Dia sebagai Allah yang mahakuasa pasti akan memberkati Abraham dan bahwa satu keturunan dari Abraham melalui Ishak akan datang, yang di dalamnya semua orang di bumi akan diberkati. Benih ini adalah Kristus, yang diutus Allah ke dalam dunia sebagai sumber berkat bagi seluruh umat manusia di bumi. Di dalam Kristus, Allah sendiri telah mengambil atas diri-Nya sendiri untuk menggenapi apa yang tidak Ia biarkan Abraham selesaikan: Allah mengorbankan Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, di kayu salib Golgota untuk menggantikan kita, sehingga kita dapat menerima pengampunan dan hidup yang kekal. (Hal ini terjadi di tempat yang sama, di mana Abraham hampir mengorbankan Ishak, putranya). Kita seharusnya dihukum oleh Allah untuk selama-lamanya dan dilemparkan ke dalam api neraka. Tetapi Allah Abraham dalam belas kasihan dan anugerah-Nya yang tidak dapat dipahami telah mengaruniakan Anak-Nya sendiri, yang Dia kasihi lebih dari Abraham mengasihi Ishak, untuk mati menggantikan kita untuk mengalahkan dosa kita, hukuman maut kita, dan kuasa Iblis, yang menghendaki kebinasaan kita. Dengan membangkitkan Yesus Kristus dari kematian, Allah Abraham kemudian membuktikan bahwa kematian Anak-Nya adalah untuk pembenaran dan keselamatan kita. Kita tidak perlu lagi takut akan dosa, maut dan neraka, karena dengan iman di dalam Kristus, kita memiliki jaminan keselamatan menuju hidup yang kekal. Kebenaran ini, yang telah mengubah seluruh dunia, telah diisyaratkan dan dinubuatkan dalam peristiwa terakhir dalam kehidupan Abraham, yang kami tuliskan di sini. Inilah tujuan hidup Abraham: ia akan menjadi pendiri umat, yang darinya Juruselamat dunia akan datang, yaitu keturunan Abraham melalui Ishak dan Yakub; dan melalui putranya yang dijanjikan, Ishak, Abraham ini akan menjadi pertanda bagi peristiwa terbesar dalam sejarah keselamatan Allah, yaitu kematian Kristus sebagai pengganti di kayu salib bagi dosa-dosa kita. Inilah sebabnya mengapa Abraham adalah seorang hamba Allah yang begitu unik, sehingga TUHAN memutuskan untuk menamai orang ini dengan sebutan Allah Abraham!

7.2h) Ringkasan: Jadi, apa pesan dari Suhuf Ibrahim? Allah tidak mengutus Abraham kepada umat yang sudah ada, seperti yang dilakukan-Nya kepada para nabi sebelum dan sesudahnya untuk memanggil para pendosa ini kepada pertobatan. Tidak, Allah ingin memulai sesuatu yang sama sekali baru melalui Abraham dan istrinya Sara, yaitu sebuah umat yang baru, umat-Nya sendiri, yang darinya dan di antara mereka Dia akan mengutus Juruselamat dan Tuhan-Nya untuk menyelamatkan bukan hanya umat-Nya, tetapi juga semua orang yang percaya kepada Juruselamat Allah, Yesus Kristus. Untuk mencapai tujuan ini, Abraham harus menaati Allah, dan melakukan apa yang Dia inginkan, yaitu memisahkan diri dari semua orang di dunia, untuk memulai umat Allah yang baru yang sepenuhnya mandiri. Untuk itu, ia harus meninggalkan tanah air dan sanak saudaranya dan pergi ke sebuah tanah yang baru, yaitu tanah Kanaan yang dijanjikan. Dan dia harus terpisah dari keponakannya, Lot, di sana. Kemudian setelah Allah secara ajaib membuat putranya Ishak lahir dari istrinya Sara yang mandul dan sudah sangat tua, Abraham juga harus berpisah dengan Ismael, yang telah dihasilkan oleh Abraham yang berusaha melakukan apa yang tidak dilakukan Allah selama bertahun-tahun, yaitu memberinya keturunan.

Dengan mengizinkan Ishak dilahirkan oleh Abraham dan Sara, Allah melakukan beberapa hal secara bersamaan: Pertama-tama, Dia membuktikan bahwa Dialah Allah yang mendirikan umat baru ini melalui Abraham dan Sara untuk menjadi umat-Nya; kemudian dalam prosesnya, Dia menyatakan dan membuktikan bahwa Dia adalah Allah yang benar, setia dan penuh belas kasihan, yang dapat dipercayai secara utuh dan penuh; dan akhirnya, Dia menyatakan bahwa Dia memiliki agenda yang jauh melampaui apa pun yang dapat dibayangkan oleh Abraham, yaitu memberkati semua orang di dunia melalui benih Abraham yang akan datang, yaitu Sang Juruselamat, Yesus Kristus.

Dengan demikian, Abraham menurut Suhuf Ibrahim bukanlah seorang Muslim (yaitu "orang yang telah tunduk"), yang tunduk secara membabi buta kepada Allah yang tidak dikenal. Sebaliknya, Abraham adalah seorang Mufraz (yaitu "orang yang dipisahkan"), yang mengenal Allahnya dalam berbagai situasi yang berbeda sebagai orang yang jujur dan setia, sementara dipisahkan untuk mendirikan umat baru, umat Allah. Mereka seperti Abraham, juga merupakan Mufraz, yaitu dipisahkan dari semua orang lain. Di antara umat Allah yang terpilih ini, anak-anak Yakub, Allah Abraham membawa keselamatan dunia sebagai sumber berkat yang sama sekali baru bagi umat manusia, berkat di dalam keturunan Abraham, yaitu Yesus Kristus. Semua orang yang percaya kepada Juruselamat yang telah dijanjikan oleh Allah Abraham dan kemudian diutus ke dalam dunia ini, juga menjadi Mufraz, yaitu dipisahkan dari dunia. Dengan cara ini mereka menjadi unik di dunia, bersaksi tentang belas kasihan dan kasih karunia Allah Abraham, yang ingin menyelamatkan semua orang melalui iman kepada Yesus Kristus. Jika Anda percaya kepada Yesus Kristus, Anda juga akan menjadi seorang Mufraz, seseorang yang dipisahkan untuk memuliakan Allah Abraham.

www.Grace-and-Truth.net

Page last modified on January 20, 2024, at 08:25 AM | powered by PmWiki (pmwiki-2.3.3)