Home
Links
Contact
About us
Impressum
Site Map?


Afrikaans
عربي
বাংলা
Dan (Mande)
Bahasa Indones.
Cebuano
Deutsch
English-1
English-2
Español
Français
Hausa/هَوُسَا
עברית
हिन्दी
Igbo
ქართული
Kirundi
Kiswahili
മലയാളം
O‘zbek
Peul
Português
Русский
Soomaaliga
தமிழ்
తెలుగు
Türkçe
Twi
Українська
اردو
Yorùbá
中文



Home (Old)
Content (Old)


Indonesian (Old)
English (Old)
German (Old)
Russian (Old)\\

Home -- Indonesian -- 11-Presuppositional Apologetics -- 019 (Presuppositional apologetics commits the informal fallacy of begging the question, for it advocates presupposing the truth of Christian theism in order to prove Christian theism” (William Lane Craig))
This page in: -- Chinese -- English -- French? -- German -- INDONESIAN -- Russian -- Tamil -- Ukrainian

Previous Chapter -- Next Chapter

11. APOLOGETIKA PRESUPOSISIONAL
Bagaimana Mengungkapkan Kelemahan Mendasar dan Kebohongan Yang Tersembunyi Saat Iman Kristen Diserang
BAGIAN 3 - METODE APOLOGETIKA PRESUPOSISIONAL
15. Kesalahpahaman umum tentang apologetika presuposisional

b) “Apologetika presuposisi terlibat dalam kesalahan informal dalam mengajukan pertanyaan, karena ia menganjurkan untuk mengasumsikan kebenaran teisme Kristen untuk membuktikan teisme Kristen” (William Lane Craig)


Tidak juga. Seorang presuposisionalis mengatakan: "Allah adalah otoritas kita yang tertinggi. Allah menyatakan diri-Nya dengan cara sedemikian dan kita berbicara tentang-Nya dengan cara sedemikian juga. Oleh karena itu kita tidak bisa keluar dari otoritas tertinggi kita untuk membuktikannya. Sebab ketika Allah memberikan janji-Nya kepaa Abraham, Ia bersumpah demi diri-Nya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari pada-Nya (Ibrani 6:13).” Karena Allah adalah otoritas tertinggi, Dia tidak merujuk pada siapa pun kecuali kepada diri-Nya sendiri, Dan karena Alkitab adalah Firman-Nya, tidak ada yang dapat melebihi Alkitab dalam hal otoritas. Artinya, seluruh pandangan dunia Kristen adalah presuposisi kita. Kekeliruan informal dari “mengajukan pertanyaan” hanya menyatakan: Anda mengatakan sesuatu itu benar karena itu benar. Berikut adalah sebuah silogisme logisnya.

(Premis 1) Allah eksis.
(Premis 2) …
(Kesimpulan) Oleh karena itu, Allah eksis.

Ini sama sekali bukan Presuposisionalisme. Sebaliknya kita berdebat dari kebutuhan transendental akan keberadaan Allah. Berikut adalah sebuah silogisme logisnya:

(Premis 1) Jika Allah tidak ada, pemikiran rasional tidak mungkin terjadi.
(Premis 2) Pemikiran rasional adalah mungkin.
(Kesimpulan) Oleh karena itu, Allah eksis.

Atau dengan kata lain, presuposisionalisme berpendapat menggunakan bentuk logis yang dikenal sebagai "pembuktian dengan kontradiksi" (reductio ad impossibilem - pengurangan menjadi hal yang tidak mungkin atau absurd). Ini adalah bentuk pembuktian tidak langsung yang mengasumsikan proposisi yang berlawanan adalah benar dan kemudian menunjukkan bahwa asumsi semacam itu mengarah pada kontradiksi atau absurditas.

Ketika kita berbicara dengan orang-orang tidak percaya, kita meminta mereka untuk berasumsi bahwa pandangan dunia Kristen tidak benar dan kemana pembicaraan terarah. Tentu saja orang-orang tidak percaya akan - seperti yang seharusnya kita harapkan - mempermasalahkan premis pertama kita, dengan mengklaim bahwa hal tersebut belum dipertahankan.". Inilah sebabnya mengapa kita terlibat dalam diskusi apologetika - untuk mengetahui apakah orang tidak percaya dapat membenarkan pemikiran rasional tanpa Allah. Kita mungkin harus melakukan ini berulang kali, bukan karena argumennya tidak valid atau tidak kuat, tetapi karena siapa pun yang Anda ajak berbicara tidak memiliki pilihan lain selain bertobat atau menerima absurditas; karena mereka diciptakan menurut gambar Allah, hampir tidak mungkin bagi mereka untuk menerima absurditas, dan karena mereka tidak mencari Allah, mereka akan terus berusaha menemukan pembenaran untuk posisi mereka.

Filsuf Jerman Nietzsche memahami implikasi dari pernyataannya "Allah sudah mati." Dia berkata: “Apakah kebesaran tindakan ini terlalu besar bagi kita? Apakah kita sendiri tidak harus menjadi allah hanya untuk terlihat layak untuk itu?" Dia tahu bahwa dengan menolak Allah, manusia harus menemukan dasar lain: manusia harus menjadi allah. Kemudian dalam tulisannya, dia berkata: “Saya khawatir kita tidak terlepas dari Allah karena kita masih mempercayai tata Bahasa” (Freidrich Nietzsche, Twilight of the Idols, hal. 5). Nietzsche adalah salah satu dari beberapa orang yang mencoba menerima absurditas dari pandangan dunia tetapi menemukan hal tersebut tidak mungkin; dia menemukan bahwa jika dia benar-benar menyingkirkan Allah, dia tidak bisa memiliki iman pada hal lain - bahkan dalam tata bahasa.

www.Grace-and-Truth.net

Page last modified on September 10, 2023, at 03:12 AM | powered by PmWiki (pmwiki-2.3.3)