Previous Chapter -- Next Chapter
1. "Tiga Anugerah Pembuktian"
Deedat memulai bukunya dengan mengutip dua penulis Kristen, Scroggie dan Cragg, yang menyatakan bahwa ada unsur manusiawi yang positif di dalam Alkitab. Ia kemudian dengan berani menyimpulkan:
Akan tetapi, apa yang secara halus ia lupakan adalah memberitahukan kepada para pembacanya, pertama, bahwa Gereja Kristen selalu berpegang teguh bahwa Firman Allah ditulis oleh manusia di bawah inspirasi langsung dari Roh Kudus (2 Petrus 1:20-21), dan, kedua, bahwa para penulis itu tidak "membiarkan kucing keluar dari karung"* (seperti yang dibayangkan oleh Deedat), tetapi mereka berusaha untuk menunjukkan bagaimana Allah telah mewahyukan FirmanNya.
- *Ungkapan sehari-hari dalam bahasa Inggris yang berarti: “mengungkapkan fakta yang selama ini tersembunyi”
Kutipan Deedat dari buku "The Call of the Minaret" karya Cragg dengan sangat licik dicabut keluar dari konteksnya. Cragg berbicara tentang unsur manusia di dalam Alkitab untuk menunjukkan keunggulan Alkitab atas Al Our'an. Sementara Al Qur'an dianggap bebas dari unsur manusiawi, di dalam Alkitab, Allah justru dengan sengaja memilih untuk mengungkapkan Firman-Nya melalui tulisan-tulisan para nabi dan rasul yang diinspirasikan-Nya, sehingga Firman-Nya tidak hanya dapat disampaikan kepada manusia, tetapi juga dapat dikomunikasikan kepada pemahaman dan kekuatan pemahamannya. Rasul tidak hanya menerima Firman Allah tetapi juga mampu, dengan diilhami secara sempurna oleh Roh Kudus, untuk menyampaikan maknanya kepada para pembacanya. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh Al Qur'an jika ia tidak memiliki unsur manusiawi seperti yang dituduhkan secara umum.
Deedat kemudian dengan cerdik membagi Alkitab ke dalam "tiga macam kesaksian" (Is the Bible God's Word?, hal. 4), yaitu Firman Allah, Perkataan seorang Nabi Allah dan Perkataan seorang Sejarawan. Ia kemudian mengutip ayat-ayat di mana Allah berbicara, ayat-ayat lain di mana Yesus berbicara, dan yang terakhir di mana ada hal-hal yang dikatakan tentang Yesus, dan dengan sombongnya ia menyarankan agar orang Muslim berhati-hati dalam memisahkan ketiganya. Ia menyatakan bahwa Al-Qur'an sendiri adalah Firman Allah, Hadis adalah Perkataan sang Nabi, dan kitab-kitab lain adalah tulisan para sejarawan. Dia menyimpulkan dengan mengatakan:
Kami merasa sangat heran bahwa seorang pria yang mengaku sebagai seorang sarjana Islam harus membuat klaim seperti itu. Dia pasti tahu bahwa tidak ada kebenaran sama sekali dalam pernyataannya. Pertama, Al-Qur'an berisi banyak ayat yang mencatat perkataan para nabi Allah. Sebagai contoh, kita membaca bahwa Zakariya, sang nabi berkata:
Jika, seperti yang dikatakan oleh Deedat, Al-Qur'an hanya berisi Firman Allah, sedangkan perkataan para nabi hanya terdapat di dalam Hadis, maka sulit sekali untuk melihat bagaimana perkataan-perkataan itu dapat dikaitkan dengan Allah! Kedua, ada satu ayat dalam Al-Qur'an yang dengan jelas berisi perkataan malaikat kepada Muhammad dan bukan Firman Allah kepadanya seperti yang dituduhkan pada umumnya:
Tidak ada petunjuk dalam Al-Qur'an tentang siapa yang berbicara, tetapi kata-kata ini jelas ditujukan kepada Muhammad secara langsung oleh penulisnya. Dari teksnya sendiri, cukup jelas bahwa ini adalah kata-kata malaikat dan bukan kata-kata Allah.
Lebih jauh lagi, kita menemukan banyak kata-kata dalam Hadis yang bukan merupakan perkataan seorang nabi, melainkan perkataan Allah sendiri. Perkataan-perkataan ini dikenal sebagai Hadits-i-Qudsi (perkataan Ilahi) dan berikut ini adalah salah satu contohnya:
Hadis penuh dengan perkataan seperti itu. Lebih jauh lagi, banyak ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadis yang berbunyi seperti ayat-ayat dalam Alkitab yang dituduhkan sebagai perkataan seorang sejarawan. Ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang menceritakan kelahiran Yesus dari ibu-Nya, Maria, persis seperti "tipe ketiga" yang dikutip dalam buklet Deedat:
Apa yang dikatakan Al-Qur'an tentang Maria di sini tidak berbeda dalam bentuk narasi dengan apa yang dikatakan oleh Markus 11:13 tentang Yesus. Namun demikian, Deedat, dengan menggunakan ayat dalam Injil Markus ini sebagai contoh, mengatakan bahwa cerita seperti itu tidak terdapat dalam Al-Qur'an!
Kita harus menyimpulkan bahwa usaha Deedat untuk membedakan antara Al-Qur'an dan Alkitab didasarkan pada premis yang sama sekali salah. Al-Qur'an memuat perkataan-perkataan para nabi dan kisah-kisah sejarah di dalam halaman-halamannya, dan tidak ada seorangpun yang dapat dengan jujur mengatakan bahwa Al-Qur'an hanya memuat perkataan-perkataan yang diduga sebagai perkataan Allah saja. Lebih jauh lagi, Hadis juga berisi perkataan-perkataan yang diduga sebagai perkataan Allah dan juga perkataan para nabi. Ketika Deedat mengatakan bahwa ketiga jenis bukti ini - firman Allah, para nabi dan para sejarawan - "dipisahkan dengan cermat" oleh orang-orang Muslim, ia membuat pernyataan yang terang-terangan salah - suatu pernyataan yang khas dari sekian banyak pernyataan palsu yang kita temukan dalam bukunya.
Dari awal sudah jelas bahwa argumen-argumen Deedat yang menentang Alkitab tidak dapat dibenarkan dan kecenderungan ini terus berlanjut di dalam bukunya.