Home
Links
Contact
About us
Impressum
Site Map?


Afrikaans
عربي
বাংলা
Dan (Mande)
Bahasa Indones.
Cebuano
Deutsch
English-1
English-2
Español
Français
Hausa/هَوُسَا
עברית
हिन्दी
Igbo
ქართული
Kirundi
Kiswahili
മലയാളം
O‘zbek
Peul
Português
Русский
Soomaaliga
தமிழ்
తెలుగు
Türkçe
Twi
Українська
اردو
Yorùbá
中文



Home (Old)
Content (Old)


Indonesian (Old)
English (Old)
German (Old)
Russian (Old)\\

Home -- Indonesian -- 17-Understanding Islam -- 086 (Marriage)
This page in: -- Arabic? -- Bengali -- Cebuano? -- English -- French -- Hausa -- Hindi -- Igbo -- INDONESIAN -- Kiswahili -- Malayalam -- Russian -- Somali? -- Ukrainian? -- Yoruba?

Previous Chapter -- Next Chapter

17. Memahami Islam
BAGIAN ENAM: MEMAHAMI PETOBAT DARI ISLAM
BAB 14: KESULITAN SOSIAL YANG DIHADAPI OLEH PETOBAT BARU DARI ISLAM

14.2. Pernikahan


Jika sang petobat hidup di negara yang mayoritas Muslim, menjadi sangat sulit bagi para petobat laki-laki untuk membentuk sebuah keluarga baru, dan menjadi tidak mungkin jika mereka adalah petobat perempuan. Ini dikarenakan sebagian besar negara-negara ini memerlukan pendaftaran resmi untuk agama setiap orang, dan begitu mereka terdaftar sebagai Muslim saat lahir maka tidak mungkin untuk diubah. Menurut ajaran Islam (dan demikianlah hukum-hukum di sebagian besar negara bermayoritas muslim), seorang pria Muslim diizinkan untuk menikahi seorang wanita Kristen atau Yahudi yang tak bernoda; seorang wanita Muslim namun hanya diizinkan untuk menikahi seorang pria Muslim. Jadi dalam hal seorang petobat laki-laki yang tetap menjadi Islam di atas kertas, dia mungkin bisa menikah dengan seorang Kristen; namun, semua surat resminya akan tetap mengatakan dia adalah seorang Muslim, dan jika dia memiliki anak-anak, mereka akan terdaftar dan dididik sebagai umat Muslim. Namun seorang perempuan tidak memiliki opsi tersebut untuknya, dan pada kenyataannya dia bahkan mendapati dirinya tidak dapat menolak perjodohan dari keluarga untuk menikahi seorang Muslim, menyebabkan dia tidak mungkin menjalani kehidupan ke-Kristenannya.

Beberapa gereja mencoba memecahkan masalah dengan memperkenalkan pasangan yang bertobat satu dengan lainnya dengan maksud untuk mengatur pernikahan mereka. Meskipun ini tampak seperti ‒ dan dalam banyak kasus adalah ‒ solusi yang baik, tapi bukanlah tanpa kesulitan. Keluarga baru ini akan memulai pernikahan mereka tanpa warisan budaya atau agama karena mereka berdua telah meninggalkan budaya Islam mereka dan pada saat yang sama mereka adalah orang asing dalam tradisi baru yang mereka jalani sekarang. Mereka harus mulai dengan membentuk budaya dan tradisi yang baru untuk diri mereka sendiri. Kemungkinan besar, mereka juga memulai tanpa dukungan keluarga. Gereja perlu memahami hal ini, mengakomodasi, dan menawarkan dukungan yang diperlukan.

Beberapa saat paling bahagia dalam budaya gereja mungkin sebenarnya memicu perasaan negatif bagi para petobat. Saat-saat seperti Natal dan Paskah, ketika gereja dan keluarga berkumpul untuk merayakannya, mungkin saat-saat ketika para petobat ingat bahwa mereka tidak memiliki keluarga untuk merayakan bersama (dan ini tentu saja berlaku sama jika tidak lebih dari itu bagi para petobat yang masih lajang).

www.Grace-and-Truth.net

Page last modified on January 05, 2024, at 11:50 AM | powered by PmWiki (pmwiki-2.3.3)