Home -- Indonesian -- 04. Sira -- 4 Kebangkitan Pusat Kekuatan Baru Muhammad di Medinah
4 - Kebangkitan Pusat Kekuatan Baru Muhammad di Medinah -- (619 - 622 M)
Muhammad Meninggalkan Mekah -- Migrasi Muhammad ke Medinah -- Pembentukan Negara Kota yang terdiri dari Muslim, Yahudi dan Animis
Muhammad Meninggalkan Mekah -- Migrasi Muhammad ke Medinah -- Pembentukan Negara Kota yang terdiri dari Muslim, Yahudi dan Animis
4.01 -- Kebangkitan Pusat Kekuatan Baru Muhammad di MEDINAH -- (619 - 622 M)
Menurut Muhammad Ibn Ishaq (meninggal 767 M) diedit oleh Abd al-Malik Ibn Hischam (meninggal 834 M)
Sebuah terjemahan yang diedit dari bahasa Arab, aslinya di-tulis oleh Alfred Guillaume
Sebuah seleksi dengan anotasi oleh Abd al-Masih dan Salam Falaki
4.02 -- Muhammad Meninggalkan Mekah (setelah sekitar 619 M)
4.02.1 -- Bagaimana Muhammad mencari bantuan dari suku Thaqif
Setelah kematian dari Abu Talib, penghinaan dari suku Quraisy yang harus ditahan oleh Muhammad mulai diakumulasikan. Oleh sebab itu, dia pergi ke Ta’if* dan meminta suku Thaqif untuk membantu mendukungnya dan melindungi dari sukunya sendiri. Dia juga berharap mereka akan menerima apa yang ia terima dari Allah.
Ketika Muhammad tiba di Ta'if, dia menuju ke kediaman orang yang paling mulia dari suku Thaqif. Mereka adalah tiga bersaudara: Abd Jalail, Mas’ud dan Habib, putra-putra Amr ibn ‘Umayr. Salah seorang dari mereka memiliki seorang istri dari suku Quraisy, dari klan Bani Jumah. Dia duduk bersama mereka, menantang mereka untuk percaya kepada Allah, untuk membantu Islam dan melindunginya dari rakyatnya. Kemudian salah seorang dari mereka yang telah merobek penutup Ka’bah mengatakan kepadanya: “Jika Allah telah mengirimkan engkau?!” Yang lainnya berkata: “Tidak mampukah Allah mencari utusan lain selain engkau?” Yang ketiga berkata: “Demi Allah, aku tidak akan berbicara lebih lagi dengan engkau, karena engkau, sebagaimana engkau katakan, dikirim dari Allah, sehingga engkau terlalu berbahaya bagiku untuk bisa menentangmu.” Muhammad kemudian berdiri, kecewa dengan suku Thaqif. Sebagaimana dilaporkan kepadaku, dia dikatakan telah berkata kepada mereka: “Jika engkau memperlakukanku begitu tanpa rasa hormat, paling tidak simpanlah sebagai rahasia.” Dia tidak ingin rakyatnya untuk mendengar apapun tentangnya dan, oleh sebab itu, terlebih dihasut untuk menentang dia.
Namun suku Thaqif, mengacuhkan keinginan Muhammad, tetapi mengacaukan orang-orang bodoh dan para budak mereka untuk menentang dia. Mereka mencerca dan berteriak menentangnya. Dengan segera mereka mengumpulkan sekumpulan orang di sekitarnya. Muhammad terpaksa melarikan diri ke dalam sebuah taman yang menjadi milik ‘Utba dan Shayba ibn Rabi’a. Keduanya hadir di sana pada saat itu. Oleh karena itu para penyiksanya menarik diri dan Muhammad duduk di bawah keteduhan tanaman anggur. Putra-putra Rabi’a memeriksa dan mengamati dia.
4.02.2 -- Addas sang Kristen mengakui Muhammad sebagai Nabi
Ketika ‘Utba dan Shayba, putra-putra Rabi’a, melihat apa yang telah terjadi kepada Muhammad, perasaan kasih mereka diaduk-aduk. Mereka memanggil seorang pelayan Kristen yang bernama Addas dan memberikan kepadanya beban berikut: “Potonglah sekelompok anggur dari tanaman anggur, menaruhnya dalam sebuah nampan, bawalah kepada pria di sebelah sana dan beritahukan kepadanya untuk memakannya.” Addas melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Ketika Muhammad mengulurkan tangannya, dia berkata: “Di dalam nama Allah”, barulah kemudia ia memakannya. Addas melihat kepadanya dan berkata: “Demi Allah, saya belum pernah mendengar kata-kata yang demikian dari para penghuni kota ini.” Muhammad bertanya: “Darimanakah asalmu? Apakah imanmu? Dia menjawab: “Aku seorang Kristen dari Niniwe.” Muhammad lebih lanjut bertanya: “Dari kota Yunus Ibn Matta yang salah?”* Addas menjawab: “Dari mana engkau mengetahui sesuatu tentang Yunus Ibn Matta?” Muhammad menjawab: “Dia adalah saudaraku, karena dia adalah seorang nabi, dan aku, juga adalah seorang nabi.” Addas sujud kepada Muhammad dan mencium kepalanya, tangannya dan kakinya. Namun, putra-putra Rabi’a, berkata seorang kepada yang lainnya: “Dia telah menggoda pria muda ini.” Ketika ia kembali kepada mereka mereka berteriak: “Celakalah engkau! Mengapa engkau mencium kepala, tangan dan kaki dari pria ini?” Dia menjawab: “Tuanku, tidak ada pelayanan yang lebih baik dalam dunia ini atau tidak ada yang lebih baik dari apa yang baru saja aku lakukan. Dia mengatakan sesuatu kepadaku yang hanya diketahui oleh seorang nabi.” Mereka menjawab: “Celakalah engkau, Addas! Jangan biarkan dirimu menjadi seorang murtadin dari agamamu karena dia. Lebih baik daripada yang ia miliki!”
4.02.3 -- Mengenai Jin yang percaya
Setelah sang nabi putus asa terhadap suku Thaqif, dia meninggalkan Ta’if untuk kembali ke Mekah. Dalam perjalanan pulang ini dia melewati Nakhla dan melaksanakan doanya di sana pada saat tengah malam. Oleh sebab itu mereka mengumpulkan beberapa roh (jin) untuk mendengarkan dia. (Kejadian ini direkam dua kali di dalam Quran: Surah al-Ahqaf 46:29 dan al-Jinn 72:1.) ada tujuh jin dari Nasibin yang mendengarnya. Setelah Muhammad menyelesaikan shalatnya, mereka kembali ke tempat mereka sendiri dan berkhotbah kepada mereka, karena mereka telah menjadi pemercaya dan menerima apa yang mereka dengar tentang Islam.
Allah menyatakan kepada Muhammad tentang kejadian ini di dalam ayat berikut: “Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan kepadamu (Muhammad) serombongan jin”* … Katakan: “Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin telah mendengarkan aku …”**
** Surah al-Jinn 72:1-15: Roh-roh jin menjelaskan diri mereka di dalam Quran sebagai Muslim. Mereka tidak memiliki hak untuk memasuki surga dan harus berada di luar. Namun mereka meyakinkan Muhammad, mereka akan menolong dia dalam menyebarkan Islam dan mereka akan mengumpulkan orang-orang di daerah pengaruh mereka untuk menerima Islam. Menurut Quran, Muslim bukan hanya manusia tetapi juga roh-roh, yang memberi bantuan dalam menyebarkan Islam. Pembukaan kota Yathrib (kemudian disebut Medinah, lihatlah bagian 10.5 di bawah) dapat dilihat sebagai konsekuensi perjumpaan Muhammad dengan para jin.
4.02.4 -- Muhammad menyatakan Islam kepada suku Bedouin
Muhammad kembali ke Mekah. Orang-orang dari sukunya menolaknya bakan lebih keras dari sebelumnya, dengan pengecualian beberapa orang lemah, yang menjadi percaya kepadanya. Namun, pada saat hari-hari perayaan, Muhammad mempresentasikan dirinya kepada suku Beduin dan memanggil mereka untuk percaya kepada Allah. Dia memberitahukan kepada mereka bahwa ia adalah seorang nabi yang diutus dari Allah dan menuntut mereka untuk mempercayainya dan melindunginya dan ia akan menjelaskan kepada mereka mengapa Allah telah mengutus dia.
Husain ibn Abd Allah memberitahuku dia telah mendengar bagaimana ayahnya telah dilaporkan telah mengatakan hal berikut kepada Rabi’a ibn Ibad: “Aku adalah seorang anak muda dengan ayahku di Mina* ketika Muhammad berdiri di dekat tempat berkemah dari suku-suku Arab dan memanggil kepada mereka: “Oh engkau putra-putra dari si anu! Allah mengirimku kepadamu dan memerintahkanmu untuk menyembahnya, untuk berasosiasi hanya dengan dia, dan membuang semua yang engkau sembah atau setarakan dengan dia. Engkau harus percaya kepadaku, mempercayai aku dan melindungiku, sehingga aku dapat menyatakan kepadamu wahyu Allah.’ Di belakang Muhammad berdiri seorang pria yang bersih dan licik dengan dua kuncian rambut, berpakaian pakaian dari Aden. Begitu Muhammad selesai berbicara, dia berkata: ‘Oh engkau putra-putra, pria ini mengumpulkan engkau untuk meninggalkan Lat dan Uzza dan sekutumu di antara para jin dari Bani Malik ibn Ukaish, dan untukmu untuk mengijinkan dirimu disesatkan oleh apa yang sudah ia karang. Jangan mengikuti dia dan jangan mendengarkan dia!’
Aku bertanya kepada ayaku: ‘Siapakah pria yang mengikuti Muhammad dan menyanggah ucapannya?’ Dia menjawab: “Itu adalah pamannya, Abu Lahab.”
4.02.5 -- Permulaan Islam di Yathrib* (sekitar 620 M)
Muhammad pergi sebagaimana kebiasaannya, kepada suku Bedouin ketika waktu ziarah dan mempresentasikan dirinya kepada mereka sebagai seorang nabi. Di ‘Aqaba** dia berjumpa dengan beberapa orang dari suku Khazrajd, yang melalui mereka Allah bermaksud berbuat baik. Asim ibn Umar ibn Qatada memberitahuku tentang syekh dari umatnya: “Muhammad bertanya kepada suku Khazradj yang ia temui: ‘Siapakah engkau?’ Mereka menjawab: ‘Kami adalah suku Khazradj.’ Muhammad lebih lanjut bertanya: ‘Apakah engkau teman dari orang Yahudi?’ Mereka berkata: ‘Ya.’ Dia mengundang mereka untuk duduk bersama dia, mempresentasikan kepada mereka pengajaran Islam dan membaca untuk mereka Surah dari Quran. Adalah pekerjaan Allah bahwa orang Yahudi, pria-pria dengan Kitab Suci, yang memiliki pengetahuan akan hukum dan yang tinggal di antara suku Khazradj, kaum politeis, dan yang ditekan oleh mereka, yang seringkali pada saat bertengkar mereferensikan kepada waktu yang dekat di mana seorang nabi baru akan diangkat. Mereka mengancam mereka: ‘Kami akan mengikut dia, dan dengan pertolongannya menghancurkan kalian politeis, seperti ‘Aad dan Iram.’ Sekarang Muhammad mengumpulkan orang-orang ini untuk percaya kepada Allah, mereka berkata satu kepada yang lainnya: Mungkin ini adalah nabi yang baru, yang melaluinya orang Yahudi telah mengancam kami? Oleh sebab itu marilah kita mendatanginya lebih awal dari mereka!’ Dan ti-balah saatnya mereka mendengarkan Muhammad, percaya kepadanya, dan menjadi pemeluk Islam. Mereka juga berkata kepada Muhammad: ‘Kami berasal dari umat yang mana banyak sekali kejahatan dan kebencian bertakhta. Mungkin Allah akan menyatukan kami melaluimu. Kami akan mengumpulkan seluruh suku kepada iman yang sekarang kami akui, dan ketika Allah menyatukan kami di sekitar anda, tidak akan ada lagi orang yang lebih kuat di antara kamu.’ Mengikuti hal itu mereka kembali sebagai orang percaya ke tanah air mereka. Sebagaimana diberitahukan kepadaku, ada enam orang dari suku Khazradj. Ketika orang-orang ini datang ke Medinah, mereka berbicara dengan orang-orang dari suku mereka tentang Muhammad dan mengumpulkan mereka untuk memeluk Islam. Segera ada perbincangan di setiap rumah tentang utusan Allah.”
** Al 'Aqaba adalah nama bukit di luar Mekah, di mana Muslim hari ini di dalam konteks ziarah mereka ke Mekah melakukan ritual “melempari batu” kepada Setan.
4.02.6 -- Mengenai pertemuan pertama di al-'Aqaba (621 M)
Tahun berikutnya terdapat dua belas Ansar* ke hari raya ziarah (ke Mekah). Mereka menemui Muhammad di atas bukit. Ini direferensikan sebagai pertemuan pertama di al-‘Aqaba. Di sana mereka bersumpah untuk bersekutu dengan Muhammad menurut cara di mana wanita melakukannya** karena perang suci belum ditentukan.
** Memberikan kesetiaan berdasarkan perilaku para wanita berarti: mereka berkomitmen tidak mengasosiasikan sekutu lain kepada Allah, bahkan pada saat mereka tidak berkewajiban untuk bertempur demi Allah.
Ubada ibn al-Samit membagikan hal berikut: “Aku termasuk di antara orang-orang yang hadir pada pertemuan pertama di al-‘Aqaba. Ada dua belas orang di antara kami, dan kami memberikan kesetiaan kami kepada Muhammad berdasarkan perilaku para wanita, sebelum peperangan ditentukan. Kami bersumpah untuk tidak menyekutukan yang lain selain Allah, tidak mencuri, tidak melakukan perzinahan, tidak membunuh anak-anak kami, tidak berkata dusta dan mematuhi Muhammad di dalam segala hal yang benar. ‘Penuhilah hal ini,’ dia berkata, ‘dan engkau akan masuk firdaus. Jika engkau melanggarnya, maka akan menjadi persoalan Allah untuk menghukum atau mengampunimu.’”*
Muhammad tidak memiliki otoritas untuk mengampuni manusia akan dosa-dosa. Dia tidak memiliki kepastian bahkan jika dosanya sendiri diampuni. Oleh karena itu Muslim tidak memiliki kepastian bahwa dosa-dosa mereka akan diampuni.
Hanya dengan Yesus dan melalui kata-kata murid-murid-Nya terdapat pengampunan menyeluruh atas dosa. Siapapun yang mempercayainya akan diselamatkan.
Ubada ibn al-Samit melaporkan bahwa Muhammad kemudian berkata setelah menerima persekutuan: “Jika engkau melakukan sebuah kesalahan dan dihukum di dunia ini, maka dosa itu telah ditebus. Namun, jika dosa itu tetap tersembunyi sampai hari kebangkitan, maka hal ini adalah urusan Allah apakah ia akan menghukum atau mengampunimu.”*
Ketika rakyat siap untuk berangkat, Muhammad menyuruh Mus’ab ibn ‘Umayr pergi bersama mereka untuk mengajarkan mereka Quran dan Islam dan menginstruksikan mereka di dalam iman. Di Medinah Mus’ab disebut “Si Pembaca Ahli”*. Dia tinggal bersama Asad ibn Zurara. Mus’ad adalah seorang yang memimpin doa untuk mereka, karena suku Aus dan Khazraj telah menolak bahwa salah seorang dari mereka sendiri seharusnya memimpin doa untuk yang lain-lain.
** Suku-suku Aus and the Khazraj adalah dua suku Bedouin yang menetap yang saling memperlakukan dengan permusuhan, yang dipimpin oleh Yahudi kelas atas di Yahtrib, dan yang dipertentangkan satu sama lainnya.
4.02.7 -- Konversi dua orang pangeran suku di Yathrib
As'ad ibn Zurara menemani Mus'ab ibn 'Umayr ke tenda Bani Bani Abd al-Aschhal dan Bani Zafar. Dengan melakukan hal itu mereka sampai ke sebuah taman dari Bani Zafar dan duduk dekat sumur bernama Maraq. Di sana banyak orang percaya yang berkumpul di sekitar mereka. Ketika Sa’d ibn Mu’adh dan Usayd ibn Hudhair, yang adalah tuan-tuan di antara rakyat mereka juga para politeis, mendengar tentang kedua orang tersebut, Sa’d berkata kepada Usayd: “Terkutuk! Pergilah kepada kedua orang yang telah mendatangi kita untuk memperdayakan kelemahan-kelemahan kita. Usirlah mereka dan jangan ijinkan mereka untuk masuk ke dalam markas kita. Jika As’ad tidak berhubungan dengan aku, sebagaimana engkau ketahui, aku akan membebaskanmu dari tugas ini. Tetapi ia adalah putra dari tanteku, dan aku tidak dapat menentang dia.” Usayd mengambil sebuah pedang dan mendatangi kedua orang tersebut.
Ketika As’ad melihat dia, dia berbisik kepada Mus’ab: “Pria ini adalah pemimpin dari suku ini. Dia mendatangimu. Tetaplah setia kepada Allah!” Mus’ab menjawab: “Jika ia duduk aku akan berbicara dengan dia.” Usayd tetap berdiri di hadapan mereka, menyumpah dan berteriak: “Apa yang membawamu ke sini untuk memperdayakan rakyat sederhana kami? Jika engkau menghargai hidupmu maka tinggalkanlah kami!” Mus’ab menjawab: “Duduklah dan dengarkan aku. Jika engkau menyukai pesanku maka terimalah, jika tidak, maka tidak ada hal-hal yang tidak menyenangkan akan menghampiri telingamu.” Usayd berkata: “Saranmu itu baik,” dan kemudian menancapkan pedangnya ke tanah dan duduk. Mus’ab berbicara kepadanya tentang Islam dan membacakan untuknya dari Quran. Ketika Mus’ab selesai, Usayd berkata: “Betapa indah dan menyenangkan kata-kata ini! Bagaimana seseorang dapat masuk ke dalam agama ini?” Mereka berkata: “Engkau harus mencuci dirimu* dan membersihkan dirimu dan pakaimu. Kemudian engkau harus mengatakan pengakuan iman dari Islam dan berdoa.”
Usayd melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Dia kemudian berkata: “Di samping aku masih ada satu pria lagi, dan jika ia mengikutimu maka tidak ada seorang priapun akan tetap berada di belakang di antara rakyatnya. Aku akan segera mengirimkan dia kepadamu. Ia adalah Sa'd ibn Mu'adh.” Ia mengambil pedangnya dan pergi menjumpai Sa’d. Yang ini sedang duduk di antara dewan dari rakyatnya. Ketika Sa’d melihatnya datang, dia berteriak: “Aku bersumpah demi Allah, Usayd sekarang memiliki wajah yang berbeda dibanding saat ia pergi.” Ketika ia akhirnya sampai di hadapannya, Sa’d berkata: “Apa yang engkau lakukan?” Usayd menjawab: “Aku berbicara dengan kedua orang dan, demi Allah, tidak menemukan bahaya pada diri mereka. Aku melarang mereka untuk berlama-lama dan mereka telah tunduk kepada perintahku. Tetapi aku telah mendengar bahwa Bani Haritha telah pergi untuk membunuh As’ad ibn Zurara. Mereka tahu bahwa ia adalah sepupumu dan ingin memutuskan persetujuan perlindungan denganmu.”
Karena hal itu Sa’d menjadi murka, melompat berdiri, merebut pedang dari tangan Usayd dan berteriak: “Demi Allah, engkau telah membawa hal yang tidak baik!” Ketika ia mendapati kedua pria tersebut dan menemukan mereka dalam keadaan diam dan aman, dia memperhatikan bahwa Usayd hanya ingin memberinya kesempatan untuk mendengarkan kedua pria tersebut. Dia mulai menyumpah dan berkata kepada As’ad: “Demi Allah, jika kita berdua tidak berhubungan engkau tidak akan memiliki keberanian untuk menuntut hal yang demkian dari kami. Apakah engkau membawa ke dalam kediaman kami sendiri hal yang kami anggap menjijikkan?”
Mus’ab, yang baru saja diinformasikan As’ad akan pentingnya untuk memenangkan pria pemimpin ini kepada Islam, berkata kepada Sa’d: “Duduklah dan dengarkan aku! Jika apa yang aku katakan menyenangkanmu, maka terimalah, dan jika tidak maka kami membebaskanmu dari apa yang engkau anggap tidak menyenangkan.”
Sa’d berkata: “Engkau benar.” Ia menancapkan pedangnya di tanah dan kemudian duduk. Mus’ab melanjutkan untuk memperkenalkannya kepada Islam dan membacakan untuknya dari Quran. Keduanya menjelaskan bagaimana mereka dapat mengenali Islam pada wajahnya, bahkan sebelum ia berbicara, karena wajahnya bersahabat dan bersinar.* Dia lalu bertanya apa yang seseorang perlukan untuk masuk ke dalam agama ini. Mereka membuatnya melakukan hal yang sama seperti Usayd. Dia lalu mengambil pedangnya dan pergi bersama Usayd kembali kepada dewan dari rakyatnya. Pada saat mereka melihat Sa’d datang, mereka bersumpah demi Allah bahwa ia kembali dengan wajah yang berbeda dengan ketika ia meninggalkan mereka. Pada saat ia berdiri di hada-pan sidang rakyatnya, ia berkata: “Engkau para putra Abd al-Ashhals, tempat apakah yang aku duduki di antara kalian?” Mereka menjawab: “Engkau adalah tuan kami. Engkau adalah yang paling lembut, yang paling mengerti dan paling diberkati di antara kami.” – “Sekarang”, dia berkata, “Aku berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak berbicara sepatah katapun dengan pria dan wanitamu sampai engkau percaya kepada Allah dan utusannya!” Akhirnya di perkemahan Bani al-Ashhal tidak ada satu orang pria atau wanita yang tersisa yang tidak berbakti kepada Islam.
Mus'ab kemudian kembali bersama As’ad ke tempat kediamannya dan tetap bersamanya. Ia mengkhotbahkan Islam sampai tidak ada satupun keluarga Ansar yang mana mereka tidak dapat menemukan pria dan wanita yang percaya. Satu-satunya pengecualian adalah Bani Umaiyya ibn Zaid, Khatma, Wa’il dan Wakif, yang adalah keluarga Aus ibn Haritha. Di dalam keluarga inilah sang penyair Abu Qays ibn al-Aslat hidup, yang namanya adalah Saifi dan yang dikenal sebagai pemimpin mereka, dan yang kepadanya semua memberikan ketaatan. Dia menahan mereka untuk masuk Islam. Namun setelah migrasi Muhammad dari Mekah dan setelah per-tempuran Badr (624 M), Uhud (625 M) dan Khandaq (627 M) mereka juga berkonversi menjadi Islam.
4.02.8 -- Mengenai pertemuan kedua di al-'Aqaba (622 M)
Mus'ab ibn 'Umayr kemudian kembali, bersama-sama dengan pria-pria lain dari Yahtrib, sebagian Muslim, sebagian orang tidak percaya, ke Mekah untuk hari raya ziarah. Ketika Allah, di dalam anugerahnya, memilih untuk mendukung sang nabi, untuk meninggikan Islam dan para pengikutnya, dan untuk merendahkan para politeis dan pengikut-pengikutnya, pria-pria ini setuju untuk pertemuan kedua dengan Muhammad di tengah hari Taschrik (hari kedua setelah hari raya). Abd Allah ibn Ka’b, salah seorang yang paling terpelajar di antara suku Ansar, menjelaskan bahwa ayahnya Ka’b, yang juga hadir pada pertemuan di al-Aqaba dan memberikan kesetiannya kepada Muhammad, dipercaya telah berkata kepadanya: “Kami pergi bersama peziarah-peziarah yang tidak percaya lainnya di antara rakyat kita, berdoa dan menginstruksikan diri kami sendiri dalam hal iman. Bersama dengan kami adalah al-Bara ibn Marur, tuan dan pimpinan kami. Ketika kami meninggalkan Yahtrib, untuk memulai perjalanan, al-Bara berkata: “Aku telah mengembangkan sebuah rencana tetapi tidak tahu apakah engkau mau melaksanakannya.” Ketika kami bertanya apakah hal tersebut, dia melanjutkan: “Dalam pendapatku kita harus membalikkan diri kepada arah dari bangunan ini – dia maksudkan adalah Ka’bah – ketika kita berdoa. Kita katakan “Demi Allah, kami mendengar bahwa Muhammad menghadap ke arah Suriah ketika ia berdoa.* Kami tidak akan menentang dia.” Dia menjawab: “Namun aku, akan menghadap kea rah Ka’bah ketika aku berdoa. Namun, kami gigih dalam pengertian kami sampai kami mencapai Mekah, dan tetap berdoa menghadap Suriah, sementara ia, selain daripada pengingatan kami, tetap berdoa menghadap Ka’bah. Ketika kami tiba di Mekah, dia berkata kepadaku: “Marilah kita pergi kepada Muhammad dan bertanya kepadanya, karena oleh penolakanmu aku telah menjadi sedikit ragu-ragu.” Kami melanjutkan untuk bertanya kepada Muhammad, yang kami belum pernah lihat sebelumnya, sehing-ga tidak dapat kami kenali. Seorang dari Mekah yang kami temui bertanya kepada kami jika kami akan mengenali ‘Abbas, dan ketika kami mengiyakan (Abbas sering datang ke Mekah karena perdagangan) dia menjawab: “Ketika engkau sampai ke lokasi penyembahan engkau akan menemukan Muhammad sedang duduk di samping pamannya ‘Abbas.”
Kami masuk ke tempat kudus, duduk di samping Muhammad dan menyapanya. Ia bertanya kepada ‘Abbas apakah ia mengenal kedua pria tersebut. Yang satu ini menjawab: “Ya, yang seorang adalah Bara ibn Marur, tuan dari rakyatnya, dan yang lainnya adalah Ka’b ibn Malik.” – “Demi Allah,” Ka’b lebih lanjut menjelaskan, “Aku tidak akan melupakan bagaimana Muhammad kemudian bertanya: “Apakah ia adalah seorang penyair?’ Dan ‘Abbas menjawab: ‘Ya.’”
Al-Bara lalu melanjutkan untuk mempersembahkan pertengkarannya kepada Muhammad mengenai arah dari Shalat dan meminta pandangannya. Muhammad menjawab: “Engkau tadinya memiliki arah yang benar – jika saja engkau berketetapan padanya!”
Al-Bara lalu menerima arahan dari Muhammad dan shalat bersama kami menghadap Suriah. Namun keluarganya mengatakan bahwa ia tetap menghadap ke Ka’bah sampai akhir hayatnya. Namun kami tahu lebih baik bahwa tidaklah demikian.
Ka’b kemudian lebih lanjut berkata: “Kami melanjutkan ke festival ziarah dan setuju dengan Muhammad untuk bertemu pada hari kedua setelah festival tersebut. Pada malam sebelum hari kedua, kami mendatangi rakyat kami. Bersama kami di sana juga Abd Allah ibn Amr, yang merupakan salah seorang dari para pemimpin. Kami menjelaskan kepadanya mengenai pemikiran-pemikiran kami, meskipun kami menjaga pertemuan kami tetap rahasia dari orang-orang yang tidak percaya: “Oh, Abu Jabir, engkau adalah salah seorang anggota yang paling mulia dan dihormati! Kami tidak ingin engkau tetap seperti sekarang dan akhirnya menjadi bahan bakar api neraka.’ Kami menantangnya untuk menjadi pemeluk Islam dan memberitahunya pertemuan kami dengan Muhammad. Ia menerima Islam, bersama kami di al-‘Aqaba dan menjadi salah seorang dari pemimpin kami.” Kami lalu melanjutkan tidur sampai kepada sepertiga malam telah berlalu. Kami lalu meninggalkan karavan dan menyelinap ke dalam jurang al-‘Aqaba. Kami terdiri dari 73 pria dan 2 wanita, bernama Nusayba, ibu dari Umaras, putri dari Ka’b, dan Asma, ibu dari Mani. Setelah kami menantikan beberapa waktu di dalam jurang, Muhammad datang, bersama pamannya al-‘Abbas, yang pada saat itu ia masih seorang kafir, namun yang masih ingin hadir untuk mendapatkan sebuah persekutuan yang sah bagi keponakannya. Ketika semua telah duduk, ‘Abbas mulai berbicara. Dia berkata: “Kalian Khazrajites tahu bahwa Muhammad adalah kepunyaan kami. Kami telah melindunginya dari rakyat kami yang berbagi pendapatku tentang dirinya. Ia hidup dengan semangat di antara rakyatnya dan dilindungi di tanah airnya sendiri. Namun, ia ingin datang kepadamu* dan menggabungkan dirinya denganmu. Jika engkau percaya engkau dapat memenuhi apa yang engkau janjikan kepadanya dan bahwa engkau akan melindunginya dari para musuhnya, lalu memikul beban yang telah engkau pikul sendiri. Namun jika engkau percaya, engkau akan menipunya dan menyerahkannya, tinggalkanlah ia di sini – karena ia kuat dan terlindungi di dalam tanah airnya sendiri.”
Kami menjawab: “Kami telah memahami kata-kata Anda. Mu-hammad bebas mengatakan, bagaimana kita harus menempatkan diri kita di bawah kewajiban kepadanya dan Allah. ”Muhammad berbicara kepada kita, memanggil kita kepada Allah, membaca Sura dari Al-Quran dan membangkitkan cinta kita kepada Islam. Dia kemudian berkata: "Bersumpahlah kepada saya bahwa Anda akan melindungi saya dari segala sesuatu yang Anda lindungi istri dan anak-anak Anda dari!" Al-Bara ibn Marur meraih tangannya dan berkata: "Sangat pasti, oleh orang yang mengutus kamu sebagai nabi dengan Kebenaran, kami akan melindungi Anda seperti yang kita lakukan pada diri kita sendiri. Terimalah kesetiaan kami, wahai utusan Allah! Demi Allah, kita adalah putra-putra perang dan orang-orang bersenjata, yang telah kita warisi dari leluhur kita.”
Sementara al-Bara berbicara Abu al-Haitham ibn al-Tihan menyela dia dan berkata: "Utusan Allah, ada ikatan antara kami dan yang lain - maksudnya orang Yahudi - yang sekarang akan kami putus. Jika kita melakukan ini dan Allah membawa kemenangan, maukah kamu meninggalkan kita dan kembali ke tanah airmu? ”Muhammad menjawab:“ Darahmu adalah darahku. Apa yang kau curahkan, aku juga tumpahkan. Anda milik saya dan saya untuk Anda. Saya akan berperang melawan siapa yang Anda lawan, dan akan berdamai dengan siapa Anda berdamai.”
Ka'b lebih lanjut menjelaskan: “Muhammad telah menantang mereka untuk menyebutkan dua belas pemimpin*, yang harus mengarahkan urusan mereka. Mereka memilih sembilan Khazrajit dan tiga orang Ausitan.”
Ketika Yesus membuat perjanjian-Nya dengan 11 rasul - yang kedua belas telah pergi sehingga dia dapat mengkhianati-Nya - Dia mulai - di bawah tanda-tanda roti dan anggur - untuk tinggal di dalam para murid-Nya. Dia membersihkan dan menguduskan mereka dan membuat mereka menjadi raja-raja imamat, yang melayani jemaat-Nya (Matius 26: 26-29; 1 Petrus 2: 9-10; Wahyu 1: 5-6). Perjanjian Baru yang Yesus terapkan tidak memiliki kerajaan politik sebagai tujuan, yang akan diperjuangkan dengan pajak dan senjata. Niat Yesus adalah kerajaan spiritual, yang didirikan atas kebena-ran dan cinta, sukacita dan kedamaian, penyangkalan diri dan pengorbanan. Perjanjian Muhammad dengan kedua belas pemimpin Madinah meletakkan dasar bagi aktivitas politiknya yang kemudian dan penyebaran Islam yang kejam.
Abd Allah ibn Abi Bakr mengatakan kepada saya: "Muhammad harus mengatakan kepada para pemimpin: 'Anda adalah pengurus orang-orang Anda, sama seperti para murid Kristus, dan saya adalah wali dari umat-Ku.' ”*
Setelah orang-orang bersatu untuk memberikan kesetiaan kepada Muhammad, al-Abbas bin Ubada ibn Nadhla al-Ansari berkata: "Apakah Anda juga tahu, hei Khazrajit, dengan atau atas apa yang Anda berikan kesetiaan kepada orang ini?" Mereka menjawab: "Ya!" - "Kamu mewajibkan dirimu sendiri", jadi dia melanjutkan, "untuk berperang melawan semua suku. Namun, jika Anda berpikir untuk menghibur pikiran bahwa ketika persediaan Anda habis dan para bangsawan Anda terbunuh untuk membebaskannya, ketahuilah Anda akan menimbun diri Anda sendiri dalam kehidupan ini dan di akhirat. Namun jika Anda berpikir Anda akan bertekun dalam hal itu dia memanggil Anda, bahkan ketika harta Anda dan kehidupan para bangsawan Anda hilang, maka terimalah dia; itu akan membawa Anda kebahagiaan dalam kehidupan ini dan di kehidupan berikutnya. ”Mereka berkata:“ Kami menerimanya, bahkan jika harta kami harus musnah dan orang-orang terbaik kami harus dibunuh! ”* Mereka kemudian bertanya kepada Muhammad tentang hadiah yang akan mereka terima karena kesetiaan mereka. Dia menjawab: "Surga." Mereka berseru: "Angkat tanganmu!" Dia mengulurkan tangannya dan mereka menjanjikan kesetiaan kepadanya.
Dengan meraih tangan Muhammad, Al-Bara ibn Marur melanjutkan untuk berjanji setia kepada Muhammad sebelum semua yang lain. Ikuti perintah ini, iblis berteriak dengan suara menusuk dari puncak al-'Aqaba: “O, kalian penghuni Jabajib, (perkemahan, di dekat Mina) - apakah Anda juga ingin menerima orang tercela ini dan murtad dengan dia? Mereka telah bersatu bersama untuk melawanmu. ”Muhammad kemudian menjawab:“ Ini adalah Setan setinggi ini, dia adalah putra Azyab. Apakah Anda mendengar, Anda musuh Allah? Tapi demi Allah, aku akan berurusan denganmu! ”* Muhammad lalu memanggil mereka untuk kembali ke karavan mereka. Pada al-'Abbas bin Ubada ini kemudian berkata: "Demi Allah, orang yang telah mengirim Anda dengan kebenaran: jika Anda ingin, kami akan menyerang orang-orang Mina besok dengan pedang kami." Jawab Muhammad: "Itu belum diperintahkan kepada kami. Kembali ke karavanmu! ”Mereka kembali dan tidur di kemah mereka sampai pagi.
4.02.9 -- Bagaimana Quraisy datang ke Ansar
Keesokan paginya, jadi Ka'b menjelaskan lebih lanjut, orang-orang Quraisy yang paling terhormat datang kepada kami dan berkata: "Kami telah mendengar bahwa Anda suku Khazraj mendatangi pria itu dari kota kami, ingin membawanya pergi dari kami dan memilikinya. Bersumpah untuk berperang melawan kita. Demi Allah, tidak ada suku Arab lain yang kami lebih suka berperang melawan kalian. ”Pada saat ini beberapa orang tidak percaya dari suku kami bangkit dan bersumpah kepada Allah bahwa itu tidak demikian, dan bahwa mereka tidak tahu apa-apa tentang hal itu. – Sesungguhnya mereka mengatakan yang sebenarnya, karena mereka benar-benar tidak tahu apa-apa tentang itu. Kami, bagaimanapun, melihat satu ke yang lain, dan kemudian orang-orang berdiri. Di antara mereka adalah al-Harits ibn Hisyam, yang mengenakan sepasang sandal baru. Saya berbicara, seolah ingin setuju dengan orang-orang dalam apa yang mereka katakan: "O Abu Jabir, Anda sebenarnya salah satu tuan kami, mengapa Anda tidak memakai sandal seperti Quraisy lainnya ini?" Al-Harith mendengarkan kata-kata ini, segera melepas sandalnya, melemparkannya ke saya dan berkata: “Demi Allah, Anda memakainya.” Abu Jabir kemudian berkata: “Cukup! Demi Allah, Anda telah mempermalukan pria itu; sekarang kembalikan sendalnya. ”Saya menjawab:“ Demi Allah, saya tidak akan mengembalikannya kepadanya. Ini adalah, demi Allah, sebuah pertanda yang adil, dan jika itu benar maka suatu hari aku akan mengambil miliknya darinya.”
4.02.10 -- Bagaimana Sa'd ditangkap dan kemudian dibebaskan
Para peziarah memulai perjalanan dari Mina, dan orang-orang menginvestigasi kejadian itu dan menemukan itu benar. Karena itu, mereka berpisah untuk mengejar kafilah dari Yathrib. Mereka juga mengambil alih kedua pemimpin Sa'd ibn Ubada dan Mundhir ibn Amr di Adsakhir*. Tetapi Mundhir tidak bisa diambil, sementara Sa'd dibawa tawanan. Dengan kekang unta mereka mengikat tangannya ke belakang, membawanya ke Mekah, memukulnya dan menarik rambutnya yang kuat. Sementara saya berada di tangan mereka, Sa'd menjelaskan, “sejumlah orang Quraisy datang. Di antara mereka juga seorang pria yang putih, kurus, halus dan menawan. Saya pikir, jika tetapi dari salah satu dari orang-orang ini ada harapan yang baik dari yang ini.
Tapi ketika dia mendekatiku, dia mengangkat tangannya dan memukulku dengan pukulan kuat. Saya pikir, demi Allah, sekarang tidak ada hal baik yang bisa diharapkan dari mereka. Saya dalam tahanan mereka dan mereka akan menganiaya saya. Namun, salah satu dari para lelaki itu merasa kasihan kepada saya dan bertanya: “Apakah tidak ada kewajiban protektif atau tidak ada ikatan antara Anda dan seorang Quraisy?” Saya menjawab: “Sudah pasti, suatu kali saya melindungi dan membela orang-orang di tanah rumah saya. dari mereka yang ingin melakukan kekerasan, laki-laki yang mengontrak perdagangan untuk Jubair ibn Mut'im ibn Adi; Saya melakukan hal yang sama untuk orang-orang Harits ibn Harb ibn Umaiyya. ”Dia kemudian berkata:“ Jadi sebutkan nama kedua orang ini dan ceritakan apa yang terjadi antara Anda dan mereka. ”Saya melakukan itu dan pria itu langsung pergi ke dua pria itu, yang sedang duduk di tempat suci di samping Kakbah. Dia berkata: “Seorang pria dari Khazraj se-dang dipukuli di lembah. Dia memanggil Anda dan mengatakan bahwa ada hubungan protektif antara Anda dan dia. ”Mereka bertanya:“ Siapa nama pria itu? ”Dia menjawab:“ Sa'd ibn Ubada. ”Mereka berkata:“ Dia benar-benar telah berbicara. Demi Allah, dia melindungi pedagang kami di tanah airnya dari kekerasan. ”Mereka kemudian datang dan membebaskan Sa'd dan dia melanjutkan perjalanan. Orang yang memukul Sa'd adalah Suhail ibn Amr, salah satu Bani Amir ibn Lu'ayy.”
4.02.11 -- Sejarah dari sebuah berhala
Ketika mereka datang ke Yathrib, mereka secara terbuka mengakui Islam. Namun masih ada beberapa sheik di suku mereka yang dengan gigih mempertahankan penyembahan berhala mereka. Di antara mereka adalah 'Amr ibn al-Jamuh ibn Zaid ibn Haram, yang putranya Sa'd telah berjanji setia kepada Muhammad di al-Aqaba. 'Amr adalah salah satu orang pertama dan paling terhormat dari Bani Salama. Di rumahnya dia memiliki sebuah berhala yang terbuat dari kayu bernama Manat* yang dia, seperti orang-orang lain yang memimpin terbiasa lakukan, dihormati sebagai dewa dan yang secara teratur dibersihkan dan dipoles. Seperti sekarang beberapa pria muda dari Bani Salama, termasuk putranya Mu'adh dan Mu'adh ibn Jabal, masuk Islam, mereka datang dan mengambil berhala Amr di malam hari dan melemparkannya kepala terlebih dahulu ke dalam lubang sampah dari Bani Salama. Ketika 'Amr bangun di pagi hari dia berteriak: “Celakalah kamu! Siapa yang telah berada di dewa kita malam ini?” Dia kemudian bangkit dan mulai mencari dia. Ketika dia menemukannya, dia membasuhnya, membersihkannya dan kemudian menggosoknya dengan salep yang berbau tajam. Dia kemudian berkata: “Demi Allah, jika saya tahu siapa yang melakukan ini, saya akan membuat aib baginya.” Malam berikutnya orang-orang percaya mengulangi hal yang sama dengan berhala, dan 'Amr membersihkannya lagi. Namun, ketika insiden ini terus terulang, Amr mengambil pedang dan menggantungnya di leher patung. Setelah dia sekali lagi membersihkannya, dia berkata: “Demi Allah, aku tidak tahu siapa yang terus memperlakukanmu dengan jahat. Jika Anda bernilai apa pun, maka belalah diri Anda! Di sini Anda memiliki sebuah pedang!” Sementara 'Amr tidur lagi malam berikutnya orang-orang percaya datang lagi, mengambil pedang dari leher, dan di tempatnya mengikat seekor anjing mati dengan tali dan melemparkannya ke sumur dari Bani Salama di mana ada sampah. Ketika Amr menemukannya pada pagi hari yang sangat rendah dalam kondisi seperti itu, dia membiarkan orang-orang percaya dari orang-orangnya berbicara kepadanya untuk menerima Islam. Dengan rahmat Allah ia menjadi seorang Muslim yang baik.
Setelah pertobatannya ia menyusun ayat berikut:
“Demi Allah, jika Anda adalah dewa, maka Anda tidak akan terbaring di lubang dengan anjing mati di leher Anda. / Matilah mereka yang melayani Anda seperti Anda akan menjadi dewa! / Sekarang kami membuka kedokmu dan tidak akan tertipu lagi. / Puji Tuhan yang agung, pemberi karunia, penyedia, hakim iman. / Dia telah menebusku sebelum aku digadaikan ke kuburan gelap. ”
4.02.12 -- Sumpah di atas bukit
Ketika Muhammad diizinkan oleh Allah untuk berperang melawan orang-orang kafir, dia mengikat kesetiaan terakhir pada dirinya dengan kewajiban untuk memperjuangkannya. Pada kesetiaan pertama ini tidak terjadi, karena pada saat itu Allah tidak mengizinkan perang. Pada kesetiaan terakhir, mereka harus bersumpah untuk melawan Hitam dan Merah* dan berjuang untuk dia dan Tuhan. Sebagai penangkal kesetiaan mereka, mereka dijanjikan surga. Ubada ibn al-Samit, salah satu dari dua belas pemimpin, mengatakan: "Kami telah membayar kepada Muhammad sumpah perang."
Ubada adalah salah satu dari dua belas yang hadir pada janji pertama di atas bukit. Ini terjadi setelah cara wanita. Mereka bersumpah akan kepatuhan dan menghormati Muhammad pada saat membutuhkan atau berkelimpahan, dalam suka dan duka; tidak berusaha dengan seseorang atas apa yang menjadi miliknya; berbicara tentang kebenaran di mana-mana di dalam nama Allah dan tidak takut pada ketidaksadaran.
4.02.13 -- Muhammad menerima perintah untuk berperang
Sebelum kesetiaan kedua atas al-'Aqaba, Muhammad tidak menerima izin dari Allah untuk berperang dan menumpahkan darah. Dia hanya memanggil Allah, menanggung semua penghinaan dengan kesabaran dan memaafkan orang yang tidak tahu apa-apa. Orang-orang Quraish salah menangani para pengikutnya, untuk membuat mereka meninggalkan keyakinan mereka, serta mengusir mereka dari tanah air mereka. Mereka menjadi murtad atau dilecehkan dan dipaksa melarikan diri ke Abyssinia, Yathrib, atau negara lain. Seperti sekarang Quraisy berpaling dari Allah, menolak rahmat Allah yang ditujukan untuk mereka, menyatakan nabi untuk menjadi pembohong, serta menyiksa dan mengusir orang-orang yang menyembah Allah dan percaya pada Muhammad, saat itulah Allah mengizinkan Muhammad untuk berperang* dan membela diri dari mereka yang melakukan kekerasan kepada pengikutnya. Seperti yang dilaporkan kepada saya oleh 'Urwa ibn Zubair dan yang lain, ayat-ayat berikut adalah yang pertama untuk mengizinkannya berperang melawan orang-orang yang melakukan kekerasan kepada orang-orang percaya: “Mereka yang bertarung (dengan tangan) diizinkan (untuk melakukannya), karena mereka dirugikan. Allah sanggup memberi mereka korban”(Sura al-Hajj 22:39). Itu berarti, saya telah mengizinkan mereka untuk berperang karena salah** telah dilakukan kepada mereka dan mereka tidak melakukan apa pun selain untuk menyembah Allah, melakukan doa, memberi sedekah, merekomendasikan apa yang baik dan untuk menindas kejahatan. Kemudian terungkap: "Lawan mereka, sampai tidak ada lagi godaan (untuk meninggalkan Islam)..."*** (Sura al-Baqara 2: 193), itu berarti, sampai umat Islam tidak lagi dibuat untuk membatalkan agama mereka "... dan agama hanya ditujukan kepada Allah" (Sura 8:39).
Tahap 1: Doa publik dan pengakuan iman Islam yang berulang.
Tahap 2: Ketahanan pasien dari ejekan dan cemoohan.
Tahap 3: Pertahanan verbal dari iman dan perang kata-kata yang keras, bersama dengan penguatan numerik kaum Muslim.
Tahap 4: Migrasi dan pelarian orang-orang percaya yang dianiaya dimung-kinkan sampai suatu waktu, di mana Islam telah memperoleh kekuasaan dan merupakan mayoritas.
Tahap 5: Keunggulan numerik membawa harapan siap untuk bertempur, berkorban dan mempersenjatai.
Tahap 6: Perang Suci berarti membela diri jika diserang.
Tahap 7: Menantang kafilah musuh dan kelompok yang lebih lemah dapat mengikuti tahap pertahanan murni.
Tahap 8: Bagian dari Perang Suci adalah mengambil sandera musuh, dengan pembebasan mereka tergantung pada pembayaran sejumlah uang tebusan yang besar.
Tahap 9: Serangan yang direncanakan secara strategis untuk menakluk-kan lingkungan yang lebih dekat.
Tahap 10: Deklarasi perang seluruh dunia terhadap semua orang tidak percaya. Dalam hal ini bumi dibagi menjadi dua bagian: Rumah Islam dan Rumah Perang. "Lawan mereka, sampai tidak ada lagi godaan (untuk meninggalkan Islam) dan agama Allah (yaitu Islam) meliputi semua" (Sura al-Baqara 2: 193).
** Khomeini berkata: “Lebih baik melakukan ketidakadilan daripada menderita ketidakadilan. Namun, Yesus memilih untuk menderita ketidakadilan daripada mempraktekannya (Lukas 23:34).
*** Perang Suci akan terus berlanjut selama orang tidak percaya hidup di dunia ini. Berjuang dengan senjata adalah bagian dari misi Islam. Islam secara harfiah berarti penyerahan kepada Allah dan utusan-Nya - entah karena pilihan atau dengan kekerasan!
Karena Muhammad sekarang menerima izin untuk berperang, dan suku pembantu (dari Madinah) bersumpah kepadanya bahwa mereka memahami Islam dan akan memberikan dukungan kepada para pengikutnya yang setia, ia memerintahkan teman-teman Mekahnya - keduanya yang telah bermigrasi ke Madinah serta orang-orang yang telah bersamanya di Mekah - pergi ke Yathrib dan di sana bergabung dengan saudara-saudara mereka dari Ansar (Pembantu). Dia berkata: "Allah telah memberi Anda saudara-saudara dan tempat tinggal yang aman." Mereka kemudian mulai pergi seperti pasukan. Namun Muhammad sendiri tetap berada di Mekah dan menunggu sampai Allah mengizinkannya juga untuk bermigrasi ke Yathrib.
4.02.14 -- Emigrasi dari sahabat terakhir (622 M)
Umar ibn al-Khattab dan Aiyash ibn Abi Rabi 'a, Makhzu-tungau, adalah salah satu yang terakhir bermigrasi. Abd Allah bin Umar melaporkan bahwa ayahnya mengatakan kepadanya:
“Ketika kami ingin bermigrasi, kami - Aiyash ibn Abi Rabi'a, Hisham ibn al-'As dan saya - bertekad untuk bertemu Tanadhib di salah satu kolam di Bani Ghifar, di atas Sarif. Jika salah satu dari kami tidak muncul, kami sepakat di antara kami sendiri untuk memulai perjalanan tanpa dia. Aiyash dan aku bertemu di Tanadhib, sementara Hisyam ditahan dan dibawa ke kemurtadan dari Islam. Ketika kami datang ke Yathrib, kami turun dari Bani Amr ibn 'Auf di Kuba.
Abu Jahl bin Hisyam dan Al-Harits bin Hisyam, saudara sepupu dan saudara laki-laki dari Aisha, kemudian datang ke Yathrib, sementara Muhammad masih di Mekah, dan mengatakan kepada Aiyash bahwa ngengatnya telah bersumpah untuk tidak mengambil sisir ke kepalanya dan tidak mencari perlindungan dari matahari sampai dia melihat dia lagi. Karena itu dia harus merasa kasihan padanya. Saya berkata kepadanya: “O Aiyash, demi Allah, orang-orang hanya ingin membuat Anda murtad dari iman Anda. Hati-hati! Jika ibumu diganggu oleh hama, jadi dia pasti akan menyombongkan diri, dan jika panas Mekkah menyiksanya, dia akan mencari keteduhan." Aiyash berkata: "Saya hanya ingin mencegah ibu saya melanggar sumpahnya dan bahwa dia mengambil uang yang saya miliki di Mekah." Saya menjawab, "Anda tahu bahwa saya adalah salah satu orang Quraisy terkaya. Saya akan memberi Anda setengah dari kekayaan saya, tetapi hanya jangan pergi bersama mereka! ”Namun ketika Aiyash bertekad untuk kembali ke Mekah, saya berkata: “Jika Anda tidak membiarkan diri Anda terkendali, maka setidaknya bawalah unta saya dan naik di atasnya, karena itu adalah hewan yang luhur dan patuh. Jika kamu menjadi curiga pada orang-orang maka selamatkan dirimu sendiri dengan menungganginya!” Aiyash kemudian melakukan perjalanan dengan mereka mengendarai unta Umar. Sepanjang jalan Abu Jahl berkata: "Demi Allah, sepupu saya, tampaknya unta Anda memiliki cara berjalan yang sangat sulit sehingga saya lebih suka duduk di belakang Anda pada milik Anda." Aiyash memberinya izin dan membiarkan untanya berlutut. Yang lain melakukan hal yang sama sehingga Abu Jahl bisa menunggang unta Umar. Ketika mereka turun, mereka menyerang Aiyash, mengikatnya, membawanya ke Mekah dan memaksanya meninggalkan Islam. Di siang hari bolong mereka membawanya ke Mekah dan berkata: "O, Anda penduduk Mekah, berurusan dengan orang-orang bodoh Anda sama seperti kita berurusan dengan orang-orang bodoh kita di sini!"
Umar kemudian disebutkan mengatakan sebagai berikut: “Allah tidak menerima balasan dari dia yang telah jatuh dari Islam, tidak ada penebusan dan tidak ada pertobatan, juga bukan dari mereka yang mengakui Allah dan, karena malapetaka yang menimpa mereka, berbalik ke ketidakpercayaan.”* Para murtadin juga mengatakan hal ini kepada diri mereka sendiri.
Ketika Umar datang ke Madinah, bersama dengan keluarga dan teman-teman sesukunya, ia turun di samping Rifa'a ibn Abd al-Mundhsir di Kuba.
Bersama dia terdapat: saudaranya Zaid, dan di luar itu Amr dan Abd Allah, putra-putra Suraqa dan Khunais, Sahmite, pasangan dari putrinya Hafsa, yang kemudian Muhammad nikahi, Sa'id bin Zaid ibn Amr, Waqid bin Abd Allah, Tamimite, seorang pendamping yang dilindungi, Khawla dan Malik, putra-putra Abi Khawla, juga sahabat terlindungi, dan keempat putra dari Bukair: Ijas, 'Aqil, Amir dan Khalid, rekan-rekan mereka yang dilindungi, dari Bani Sa' d ibn Laith. Aiyash, ju-ga, turun dari Umar dekat Rifa ketika dia datang ke Yathrib.
Imigran selanjutnya mengikuti mereka: Talha ibn 'Ubaid Allah ibn Utsman dan Suhaib ibn Sinan, yang turun di Suhn, bersama dengan Khubaib bin' Isaf, salah satu saudara dari Bani al-Harith ibn Khazraj.
Ketika Suhaib ingin beremigrasi, orang-orang kafir Mekah berkata kepadanya: “Anda datang sebagai pengemis miskin kepada kami dan menjadi kaya bersama kami dan memperoleh banyak hal. Dan sekarang Anda ingin meninggalkan kami bersama dengan kekayaan Anda? Demi Allah, itu tidak mungkin!”
Suhaib kemudian berkata: "Maukah Anda membiarkan saya pergi jika saya melepaskan keberuntungan saya untuk Anda?" Mereka berkata: "Ya." Dia kemudian memberi mereka semua yang dia posisikan. Ketika Muhammad mendengar ini dia berkata: “Suhaib telah membuat kesepakatan yang bagus! Suhaib telah menang! "
Muhammad tetap di Mekah setelah teman-temannya telah beremigrasi, sampai Allah memberinya izin untuk emigrasi. Selain mereka yang ditahan dengan paksa atau yang telah dibuat untuk kembali menjadi murtad, di sana hanya ada Ali dan Abu Bakar di Mekah. Yang satu ini sering meminta izin untuk beremigrasi. Namun, Muhammad berkata kepadanya: “Jangan terburu-buru; mungkin Allah akan memberi Anda seorang pendamping. ”Dan ia berharap bahwa Muhammad sendiri akan menjadi pendamping ini.
4.02.15 -- Para pemimpin Quraisy memutuskan untuk membunuh Muhammad
Orang-orang Quraisy segera mengakui bahwa Muhammad telah memenangkan pengikut-pengikut bagi dirinya sendiri di luar sukunya dan di wilayah asing. Teman-temannya yang beremigrasi menemukan perlindungan dan pertolongan di sana. Sekarang mereka khawatir bahwa Muhammad bisa pergi ke tempat mereka dan berperang melawan mereka. Karena itu mereka berkumpul bersama, di rumah Qusai ibn Kilab, tempat di mana semua keputusan dibuat, di mana mereka mengambil dewan dan mendiskusikan apa yang harus dilakukan, untuk sekarang mereka mulai takut pada Muhammad.*
Pada hari yang ditentukan, suku Quraisy datang bersama untuk memutuskan tentang Muhammad. Hari ini disebut hari Zahma (masalah). Kemudian Iblis datang dalam bentuk seorang lelaki tua dengan pakaian luar usang dan berdiri di pintu gedung pertemuan. Ketika suku Quraisy bertanya siapa dia, dia menjawab: “Seorang lelaki tua dari Najd, yang telah mengetahui tentang apa yang membuat Anda bersama-sama bertemu dan siapa yang sekarang datang untuk memeriksa kata-kata Anda dan mungkin akan dapat menawarkan kepada Anda saran yang bermaksud baik. Mereka mengatakan "baik" dan membiarkannya masuk.
Di sini yang paling mulia di antara kaum Quraisy bersatu. Salah satu berkata kepada yang lain: "Anda telah melihat di ma-na masalah orang ini telah memimpin. Demi Allah, kita tidak yakin bahwa dia tidak akan menyerang kita dengan para pengikutnya dari suku-suku asing. Oleh karena itu, bersepakatlah atas tindakan melawan dia!” Setelah beberapa konsensus, seseorang berkata: “Ikat dia dengan rantai dan kunci dia. Kemudian tunggulah sampai ia bersamanya seperti halnya dengan penyair lain (pra-Islam) di hadapannya, Nabigha, Zuhair dan yang lainnya, yang dengan cara serupa binasa." Saat itu lelaki tua dari Najd berkata: "Itu bukanlah nasihat yang baik. Demi Allah, jika Anda mengunci dia, masalah ini akan membuat jalan melalui pintu yang dengannya Anda telah menutupnya dan menjangkau teman-temannya. Mereka bisa dengan mudah menyerang Anda dan membebaskannya dari tangan Anda, dan kemudian meningkatkan jumlahnya sehingga mereka akan mengalahkan Anda. Karena itu, dapatkan saran yang lebih baik!”
Setelah konsultasi yang ditegaskan, seseorang berkata: “Kami ingin mengusirnya dari tengah-tengah kami dan melarangnya dari tanah kami. Jika dia jauh dari kita, maka dia bisa pergi kemanapun dia mau; kami, bagaimanapun, akan beristirahat darinya dan dapat menangani masalah kami sendiri dan akan memulihkan keharmonisan.* Namun, lelaki tua dari Najd itu membalas: “Nasihat ini juga tidak berguna. Pernahkah Anda melihat dan mendengar ucapannya yang indah dan kata-katanya yang manis dan bagaimana ia dengan demikian memenangkan hati manusia? Demi Allah, jika Anda melakukan ini saya tidak bisa mendukung Anda. Dia mungkin pergi ke suku Badui dan menetap di sana dan memenangkan mereka melalui pidatonya sampai mereka mengikutinya. Kemudian dia akan melawan Anda dan mengalahkan Anda, mengambil alih aturan Anda dan melanjutkan dengan Anda sesuka hatinya. Karena itu, dapatkan solusi yang lebih baik!”
Abu Jahl kemudian berkata: "Demi Allah, saya memiliki gagasan yang tidak Anda temui." Ketika mereka bertanya apa yang akan terjadi, ia berkata: "Pendapat saya adalah bahwa kita harus memilih satu pria muda, kuat dan terhormat dari setiap suku dan keluarga yang baik dan berikan kepada masing-masing pedang yang tajam. Sebagai satu orang mereka harus jatuh ke atasnya dan membunuh* dia. Maka kita akan beristirahat darinya. Jika Anda melakukan ini, darahnya akan dibagikan di tengah-tengah semua suku. Putra-putra Abd al-Dars tidak akan bisa berperang melawan seluruh rakyatnya. Mereka akan puas dengan pemberian uang tebusan yang akan kami bayarkan kepada mereka.” Pria tua Najd kemudian berkata: “Saran dari orang ini adalah satu-satunya nasihat yang baik.” Majelis setuju untuk ini dan kemudian semua pergi sendiri-sendiri.
4.02.16 -- Muhammad meninggalkan tempat tinggalnya (622 M)
Gabriel kemudian datang kepada Muhammad dan berkata: "Jangan menghabiskan malam ini di tempat tidur Anda, di mana Anda biasanya tidur." Ketika sepertiga dari malam telah berlalu, suku Quraisy berkumpul di depan pintu dan menunggu sampai dia akan tertidur dalam rangka untuk menyerangnya.
Ketika Muhammad menjadi sadar akan hal ini, dia berkata kepada Ali: “Tidurlah di tempat tidurku dan bungkus dirimu dengan jubah hijauku dari Hadra-maut*” - dalam pakaian ini Muhammad terbiasa tidur - “mereka tidak akan menyakitimu.”**
** Muhammad memberi kesempatan kepada Ali, keponakannya dan anak angkatnya, untuk menipu musuh-musuhnya. Dia menempatkannya - di malam hari dan tanpa penerangan - dalam bahaya kematian, untuk menyelamatkan dirinya sendiri.
Sebaliknya, Yesus menyerahkan diri kepada musuh-musuhnya pada malam hari dan berkata: “Jika kamu mencari Aku, maka biarkan mereka ini pergi!” (Yohanes 18: 8). Dia sendiri telah dipersiapkan untuk menderita dan mati sehingga para pengikut-Nya tidak akan dibawa ke dalam bahaya.
Yazid ibn Ziyad melaporkan kepada saya dari Muhammad ibn Ka'b dari klan Quraiza: “Ketika Quraisy berdiri di depan pintu Muhammad, Abu Jahl, yang ada di antara mereka, berkata: 'Muhammad berpikir bahwa jika kamu mengikutinya kamu akan menjadi penguasa dari Arab dan yang lain - "dunia yang tersisa*", dan bahwa setelah kematian Anda akan bangkit lagi dan memperoleh kebun seperti di Sungai Yordan. Jika Anda tidak mengikutinya, bagaimanapun, ia akan memusnahkan Anda. Namun, setelah kematian Anda, Anda akan bangun dan terbakar di neraka. 'Ketika Muhammad keluar, mengambil segenggam tanah, menaburkannya di atas kepala mereka dan kemudian berkata kepada Abu Jahl: 'Ya, aku mengatakan ini dan kamu adalah salah satu yang terakhir.' Allah mengambil kemampuan mereka untuk melihat sehingga mereka tidak mengenali Muhammad (Surah Ya-sin 36: 9).”
“Akhirnya datanglah seseorang yang bukan milik mereka dan bertanya siapa yang mereka tunggu. Mereka menjawab: 'Untuk Muhammad.' Yang ini kemudian berkata: 'Semoga Allah mengecewakan Anda! Muhammad sudah datang kepadamu, menaburkan kotoran ke kepalamu dan pergi ke arahnya. Apakah kamu tidak melihat apa yang ada padamu?' Kemudian masing-masing merasakan di kepalanya dan menemukan kotoran di atasnya. Mereka kemudian memasuki rumah dan menemukan Ali terbungkus jubah Muhammad. Mereka berkata: 'Demi Allah, di sini Muhammad tidur terbungkus jubahnya,' dan mereka berpegang pada pendapat ini sampai pagi. Ketika Ali akhirnya bangkit dari tempat tidur, mereka berkata: 'Orang yang berbicara kepada kami pasti mengatakan kebenaran!'”
Pada saat inilah Allah mengizinkan Muhammad beremigrasi.* Abu Bakar, yang adalah orang kaya, telah membeli dua unta, yang ia makan di rumahnya sendiri, untuk menahan mereka siap untuk keadaan darurat ini.
BAGIAN III - Penguasa di Medinah
4.03 -- Migrasi Muhammad ke Medinah* (622 M)
Aisha, Bunda Orang-orang Percaya, mengklaim: “Muhammad tidak pernah gagal mengunjungi tempat tinggal (ayah saya) Abu Bakar, di pagi hari atau di malam hari. Namun, pada hari Allah memberinya izin untuk beremigrasi, ia datang pada tengah hari. Ketika Abu Bakar melihat dia, dia berteriak: 'Sesuatu pasti telah terjadi menyebabkan Muhammad datang pada jam ini.' Ketika dia masuk, Abu Bakar bangkit dari bangku yang dia duduki, dan Muhammad duduk sendiri. Pada saat itu tidak ada seorang pun bersama dengan Abu Bakar kecuali aku dan adikku Asma. Muhammad berkata: "Biarkan orang-orang ini meninggalkan ruangan!" Abu Bakar menanggapi: 'Kamu sedekat saya dengan ayah saya dan ibu saya. Keduanya adalah anakku!' Muhammad kemudian berkata: 'Allah telah mengizinkan saya untuk bermigrasi!' Abu Bakar bertanya: "Apakah kita akan bepergian bersama?" Ketika Muhammad menjawab pertanyaan ini dengan tegas, dia menangis karena gembira.' Aisha berkata: "Aku belum pernah melihat seseorang menangis karena gembira!" Abu Bakar lalu berkata: 'Wahai nabi Allah! Saya telah menyimpan dua unta untuk acara ini.' ”Mereka kemudian melibatkan Abd Allah ibn Arkat - seorang pria dari Bani** Dual ibn Bakr - untuk menjadi pemimpin, dan menyerahkan unta kepadanya, yang dia biarkan merumput sampai waktu yang ditentukan. Tidak seorang pun tahu apa-apa tentang kepergian Muhammad kecuali Ali, Abu Bakar dan keluarganya. Muhammad memberitahu Ali tentang kepergiannya dan memerintahkan dia untuk tetap tinggal di Mekkah sampai dia bisa mengembalikan kepada orang-orang yang telah mereka percayakan kepada Muhammad untuk disimpan.
Di Medinah, Muhammad berkembang menjadi seorang negarawan yang gigih dan tidak bermoral, yang tidak mundur dari keputusan sulit apa pun. Dari komunitas pasif yang menunggu penghakiman Allah, ia membentuk, dengan cara cuci otak yang sistematis, sekelompok pejuang yang fanatik dan berani.
Surah-surah Makiyah (diturunkan di Mekah) memiliki semangat nabi yang menular; Surah-surah Madiniah (diturunkan di Medinah) tampak seperti hutan peradilan yang tak bisa ditembus. Di Mekah Muhammad menyerupai gunung berapi yang menggelegak, sementara di Medinah lava pengungka-pannya mengeras menjadi peraturan dan hukum.
Pada masa awal kaum Muslim mengakui perbedaan yang menentukan antara waktu di Mekah dan zaman baru di Medinah, dan memiliki kalender Islam dimulai dengan tanggal migrasi Muhammad (622 M). Penegasan ini menunjukkan bahwa baik kelahiran nabi maupun permulaan dari apa yang disebut pernyataan Al-Quran, atau bahkan munculnya komunitas religius barunya, dapat dianggap sebagai "Islam sepenuhnya". Hanya setelah Islam menjadi negara agama (negara-kota), itu dianggap telah sepenuhnya dilantik. Islam tidak menganggap dirinya sebagai agama dalam pengertian pencerahan Eropa, yang mengandaikan pemisahan agama dan negara, melainkan melihat dirinya sebagai agama negara, agama yang menuntut penyatuan agama dan politik. Semua yang dialami umat Islam di Mekah hanya berfungsi sebagai persiapan untuk merebut kekuasaan dan munculnya "Islam sepenuhnya".
**Bani, Bana, Bani menunjuk anak laki-laki atau keturunan dari seorang ayah suku.
4.03.1 -- Persinggahan Muhammad dan Abu Bakr di dalam gua
Muhammad dan Abu Bakar meninggalkan rumah Abu Bakr bersama dari pintu belakang. Mereka berjalan menuju gua gunung Thaur, yang terletak di bawah kota. Abu Bakar telah menugaskan putranya Abd Allah untuk mendengarkan apa yang dikatakan orang-orang tentang mereka pada siang hari, dan untuk membawa berita itu kepada mereka saat malam tiba. Abu Bakr membebaskan budak Amir ibn Fuhaira adalah untuk menggembalakan domba-domba di padang rumput di siang hari dan menggiring mereka ke dalam gua ketika malam tiba, sementara putrinya Asma' membawa mereka pada malam hari untuk penyediaan makanan yang diperlukan. Selama tiga hari, Muhammad dan Abu Bakr tetap tinggal di gua. Orang-orang Quraisy, begitu mereka sadar dia pergi, menawarkan seratus unta kepada siapa saja yang akan membawanya kembali. Abd Allah menghabiskan hari dengan suku Quraisy untuk mendengar apa yang mereka katakan tentang Muhammad dan ayahnya. Ini dia kemudian memberitahu mereka di malam hari. Amir ibn Fuhaira berbaur di antara para gembala lain di Mekah, dan kemudian di malam hari memimpin domba-domba Abu Bakar ke gua, di mana mereka bisa diperah dan salah satunya disembelih untuk dimakan. Ketika di pagi hari, Abd Allah meninggalkan gua, Amir mengikutinya dengan domba-domba itu, untuk menyembunyikannya. Ketika tiga hari telah berlalu dan orang-orang tidak lagi menyibukkan diri dengan mereka, mereka memiliki orang yang mereka sewa mendatangi mereka dengan dua unta. Dia juga membawa unta ketiga untuk dirinya sendiri.
Asma membawa persediaan makanan tetapi lupa membawa tali sehingga mereka bisa mengikat tas itu ke unta. Jadi dia melepaskan ikat pinggangnya sendiri dan menggunakannya sebagai tali. Abu Bakar memimpin unta yang lebih baik kepada Muhammad dan berkata: “Naik ke atasnya! Saya akan memberikan orang tua saya sendiri untuk Anda. ”Muhammad menjawab: “Saya tidak akan menunggang unta yang bukan milik saya. ”Abu Bakar menanggapi: “Itu milik Anda; kamu seperti ayah dan ibuku sendiri bagiku.” Muhammad berkata: “Tidak, berapa banyak kamu membayarnya?” Ketika Abu Bakar menyebutkan harganya, dia berkata: “Aku akan membelinya dengan harga ini”, dan Abu Bakar menjualnya kepadanya.* Kemudian mereka naik dan Abu Bakar membiarkan Amir duduk di belakangnya. Dia melayani mereka di sepanjang jalan. Setelah itu mereka berangkat.
Namun, bagi Muhammad, hasratnya sendiri terhadap kekuasaan dan dorongannya untuk melestarikan diri mendorongnya untuk memulai emigrasi yang telah dipersiapkan sebelumnya jauh sebelumnya. Ia bahkan tidak memikirkan mati untuk teman atau musuh; dia ingin hidup, memerintah dan menaklukkan.
Asma 'berkata: “Setelah Muhammad dan Abu Bakr telah pergi, datanglah Abu Jahl dengan beberapa orang Quraisy ke rumah kami dan tetap berdiri di depan pintu. Saya menjumpai mereka. Mereka bertanya di mana ayah saya berada." Saya menjawab: "Demi Allah, saya tidak tahu di mana ayah saya berada. "Abu Jahl, pria yang kasar dan cepat, lalu berdiri dan memukul pipiku dengan pukulan kuat seperti sampai anting-anting saya jatuh.”
4.03.2 -- Bagaimana Abu Quhafa datang ke Asma'
Yahya ibn Abbad ibn Abd Allah ibn Zubair memberitahuku bahwa ayahnya Abbad telah memberitahunya bahwa neneknya, Asma', mengatakan: “Ketika Muhammad pergi, bersama dengan Abu Bakar, dia mengambil semua uangnya bersamanya - lima atau enam ribu dirham. Kakek saya, Abu Quhafa, yang buta, lalu datang dan berkata: "Saya percaya dia meninggalkan Anda kehilangan orangnya dan barang-barangnya." Saya menjawab: "Sama sekali tidak, kakek saya, dia meninggalkan banyak harta di belakang." Saya kemudian mengambil batu dan meletakkannya di ceruk di rumah di mana dia terbiasa untuk meletakkan uangnya, menutupinya dengan kain, dan kemudian meraih tangannya dan berkata: 'Tempatkan tangan Anda pada uang ini!' Dia melakukannya dan berkata: 'Sekarang tidak perlu khawatir, ketika dia telah meninggalkan Anda dengan begitu banyak uang. Dia melakukannya dengan baik untuk meninggalkanmu ini, dan itu sudah cukup untukmu.' Tapi, demi Allah, dia tidak meninggalkan apa pun di belakang kami. Saya hanya mengatakan itu untuk menenangkan lelaki tua itu.”*
4.03.3 -- Stasiun emigrasi Muhammad
Pada mulanya Abd Allah ibn Arkat memimpin mereka dari bagian bawah kota Mekah di sepanjang tanggul di bawah 'Usfan (sekitar 60 km barat laut Mekah), kemudian di depresi Amaj (sekitar 30 km lebih jauh). Ketika ia berhasil melewati Qudaid (12 km lebih jauh di Laut Merah), ia menyeberang bersama mereka jalan ke Kharrar, lalu datang ke Thaniyet al-Mara dan akhirnya ke Laqif. Dia kemudian memimpin mereka di sepanjang waduk Laqif, melewati Majaj, atau, seperti yang dipercaya oleh Ibn Hisham, ke sumur-sumur di Maja. Mereka kemudian datang melalui kebun-kebun tanggal Majaj dan yang dari Dhu al-Ghadwayn. Dari sini ia memimpin mereka melewati lembah Dhu Kishd menuju Jadayid, Ajrad, Dhu Salam, melalui lembah Aada, menuju waduk Tahin dan kemudian ke 'Ababid.
Dia kemudian membawa mereka melewati al-Faja dan turun bersama mereka ke al-'Arj (sekitar 250 km sebelah utara Mekkah). Karena ini adalah tempat di mana seharusnya salah satu unta mereka menjadi lumpuh atau sakit, Aus ibn Hujr, seorang pria dari suku Aslam, memberi Muhammad salah satu dari untanya sendiri bernama ibn al-Rida dan membawanya ke Yathrib. Dia juga memberinya salah satu pelayannya, yang bernama Mas'ud ibn Hunaida. Dari al-'Arj pemimpin mereka membawa mereka ke Thaniyat al-Air, yang terletak di sebelah kanan Rakuba, turun ke Lembah Rim dan dari sini ke Quba (sebuah pos terdepan Medinah, sekitar 350 km sebelah utara Mekah), di mana Bani Amr bin Auf berdiam. Setelah dua belas malam di bulan Rabi'a al-Awwal (bulan ke-3 dari kalender Muslim), pada hari Senin dan selama hari yang panas, ketika matahari hampir mencapai puncaknya, mereka memasuki Yathrib* (kira-kira. 6 km sebelah timur dari Quba').
4.03.4 -- Kedatangan Muhammad di Quba', sebuah pos terdepan di Medinah (September 622 M)
Beberapa sahabat Muhammad dari klan saya berkata: “Ketika kami mendengar bahwa Muhammad telah meninggalkan Mekah, kami menantikan kedatangannya dan setelah doa pagi pergi ke padang berbatu untuk menunggunya. Kami tinggal sampai tidak ada lagi bayangan yang bisa ditemukan. Kemudian kami kembali, karena itu adalah hari-hari yang panas. Kami melakukan hal yang sama pada hari kedatan-gannya. Kami sudah siap pulang ketika dia tiba. Seorang Yahudi* adalah orang pertama yang melihatnya, dan ketika dia melihat bagaimana kami telah menunggunya, dia berteriak dengan keras, “Wahai putra-putra Qaylah, nasib baik Anda telah tiba!”
Kami keluar dan menemukan Muhammad di bayangan pohon kurma. Abu Bakar bersamanya, yang setara dengannya selama bertahun-tahun. Karena kebanyakan dari kita belum pernah melihat Muhammad sebelumnya, mereka tidak tahu yang mana dari keduanya. Ketika bayangan itu pergi dari Muhammad dan Abu Bakar memberinya keteduhan dari pakaian luarnya sendiri, kami mengenalinya.”
Seperti yang diceritakan, Muhammad tinggal dengan Kulthum ibn Hidm, yang menjadi milik Bani 'Ubaid. Menurut laporan lain ia tinggal bersama Sa'd ibn Khaythama. Mereka yang mengklaim bahwa ia tinggal dengan Kulthum bagaimanapun juga mempertahankan ia hanya pergi ke rumah Sa'd untuk pertemuan umum, karena pria itu belum menikah dan teman-teman bujangan Muhammad tinggal bersamanya. Oleh karena itu, rumahnya disebut "Rumah Para Bujangan". Hanya Allah yang tahu apa kebenarannya.
4.03.5 -- Bagaimana Muhammad memilih tempat tinggalnya di Me-dinah
Ali* tetap tinggal tiga hari dan tiga malam di Mekah, untuk kembali kepada orang-orang yang telah mereka percayakan kepada Muhammad. Kemudian dia mengikuti Muhammad dan turun bersamanya di Kulthum.
Muhammad tetap tinggal di Quba' dari Senin hingga Kamis, dan di sana meletakkan batu fondasi ke sebuah masjid. Pada hari Jumat Allah memimpinnya untuk melangkah lebih jauh. Bani Auf mengira dia akan tinggal lebih lama dengan mereka.
Pada saat salat Jumat, Muhammad tinggal dengan Bani Salim bin Auf, dan dia berdoa di sana, di mana masjid sekarang berdiri di tengah-tengah Lembah Ranuna. Itu adalah salat Jumat pertama yang dia lakukan di Medina. Itban ibn Malik dan 'Abbas ibn Ubada, dengan orang-orang lain dari Bani Salim, telah memintanya untuk tetap bersama mereka, untuk melindunginya, karena mereka kuat dan bersenjata lengkap. Namun dia menjawab: “Biarkan unta itu pergi. Ia telah menerima kembali perintah Allah untuk beristirahat di mana aku akan tinggal.” Mereka kemudian membiarkannya berlanjut lebih jauh. Ketika datang ke tempat tinggal dari Bani Bayada, Ziyada ibn Labid dan Farwa ibn Amr dengan yang lain keluar dan, dengan cara yang sama, meminta Muhammad untuk tetap bersama mereka. Dia, bagaimanapun, memberi mereka jawaban yang sama. Hal yang sama terulang kembali sebelum tempat tinggal Bani Sa'ida, Bani al-Harith, Bani 'Adi, yang merupakan paman dari pihak ibu yang jauh, untuk Salama, putri 'Amr, salah satu wanita mereka, adalah ibu Abd al-Muttalib (kakek dari Muhammad).
Unta* pergi lebih jauh lagi, sampai mencapai tempat di mana Bani Malik ibn al-Najjar tinggal. Di sana ia berlutut di depan pintu masjid yang sekarang, di mana pada waktu itu tempat pengeringan adalah milik dua anak yatim - yaitu - Sahl dan Suhail, anak-anak 'Amr, dari Bani Malik ibn al-Najjar. Ketika berlutut dan Muhammad tidak turun, ia bangkit lagi dan mengambil beberapa langkah ke depan. Muhammad benar-benar melepaskan kendali dan tidak memimpinnya. Kemudian ia berbalik lagi dan berlutut di tempat yang sama, di mana ia pada awalnya telah merendahkan dirinya. Di sana ia berhenti, menggoyangkan dirinya dan meletakkan lehernya di tanah. Muhammad turun. Abu Ayyub Khalid ibn Zaid melepas bagasi dan membawanya ke rumahnya. Muhammad lalu masuk dan tinggal bersamanya. Dia kemudian bertanya kepada siapa tempat itu milik. Mu'adh bin Afra menjawab: "Untuk dua anak yatim, Sahl dan Suhail, yang tinggal bersamaku." "Aku akan menggunakannya untuk membangun sebuah masjid dan akan memberi mereka kompensasi untuk itu."
4.03.6 -- Pembangunan masjid pertama
Allah memerintahkan Muhammad untuk membangun sebuah masjid*. Dia tetap tingal dengan Abu Ayyub sampai rumah dan mesjidnya dibangun. Muhammad sendiri meletakkan tangannya pada pekerjaan, untuk mendorong orang percaya. Baik para emigran (dari Mekah) maupun para pembantu (dari Medinah) bekerja dengan giat. Seorang Muslim menyanyikan syair berikut:
Jika kita tetap berpangku tangan, sementara nabi mengerjakannya, maka itu akan menjadi kesalahan bagi kita.
Selama pembangunan, orang-orang Muslim menyuarakan ayat berikut:
Hanya yang datang di dunia berikutnya adalah kehidupan sejati. Allah! Kasihanilah para pembantu dan emigran.
Namun, Muhammad mengulangi kata-kata yang sama, menyebutkan, para emigran terlebih dahulu.**
Yesus tidak membangun gedung gereja atau sinagog apa pun bagi para pengikut-Nya, meskipun secara perdagangan ia adalah seorang tukang kayu. Sebaliknya, Dia memberi murid-murid-Nya Roh-Nya, agar tubuh mereka dapat menjadi bait Allah. Konstruksi rumah-rumah dari batu mati, bagi orang-orang percaya untuk memiliki tempat untuk bertemu, bukanlah tujuan dari Yesus Kristus. Lebih lagi, Dia ingin Allah sendiri untuk tinggal di dalam orang percaya. Hari ini gereja Yesus Kristus adalah Bait Allah yang suci.
** Kadang-kadang Muhammad memberi preferensi kepada para emigran dari Mekah. Itu menimbulkan ketegangan yang signifikan antara Muslim dari Mekah dan orang-orang dari Medinah. Ketegangan ini secara terbuka terungkap kemudian dalam memilih penerusnya kalifah pertama.
Ammar tiba dengan membawa banyak batu bata dan berkata kepada Muhammad: “Wahai utusan Allah! Mereka membunuhku. Mereka menumpuk lebih banyak daripada yang bisa saya bawa. ”Umm Salama, istri Muhammad, menyatakan: “Saya melihat bagaimana Muhammad mengusap rambut keritingnya dan kemudian berkata: 'Aduh, putra Sumaiyya! Orang-orang ini tidak akan membunuhmu, melainkan sekelompok murtad akan membunuhmu.'”
Muhammad tetap tinggal di rumah Abu Ayyub sampai masjid dan rumah selesai dibangun. Dia lalu pergi. Abu Ayyub berkata: “Ketika Muhammad datang untuk tinggal bersamaku, dia tinggal di lantai bawah, dan aku dan ibu dari Ayyub di lantai atas. Saya berkata kepadanya: 'Wahai nabi Allah, Anda lebih berharga bagi saya daripada ayah dan ibu saya. Saya bermasalah dan menganggapnya sebagai dosa bahwa Anda hidup di bawah dan saya hidup di atas Anda. Jadi Anda sekarang naik dan biarkan kami hidup di bawah! 'Dia menjawab: 'O Abu Ayyub! Ini untuk kami dan bagi mereka yang mengunjungi kami lebih nyaman ketika kami tinggal di bawah ini.' Jadi Muhammad terus hidup di bawah dan kita di atas.”
“Sekali waktu sebuah tempayan pecah di mana kami menyimpan air. Kami mengambil selimut – satu-satunya yang kami miliki – untuk mengeringkan lantai sehingga air tidak akan turun ke bawah mengenai Muhammad dan membahayakannya." Orang yang sama menjelaskan: "Kami menyiapkan makan malam untuknya dan mengirim itu padanya. Ketika dia mengirim apa yang tersisa kembali kepada kami, kami, istri saya dan saya, memahami titik yang disentuh tangannya, mengharapkan berkah darinya. Suatu malam kami mengiriminya makanan yang disiapkan dengan bawang dan bawang putih. Dia mengirimnya kembali dan kami melihat jejak tangannya. Aku menghampirinya dengan tercengang dan berkata: "Aku tidak menemukan bekas tanganmu di atas makanan," dan lebih lanjut mengatakan kepadanya bahwa kami selalu makan dari tempat yang disentuh tangannya untuk diberkati. Dia menjawab: 'Saya menemukan bau bawang putih di dalamnya, dan orang-orang sering datang kepada saya dan menghirup udara untuk menemukan bagaimana aroma saya. Namun Anda bisa memakannya!' Jadi kami kemudian memakannya tetapi tidak pernah lagi menyiapkan apa pun dari tanaman semacam itu.”
4.03.7 -- Bagaimana emigran mengikuti Muhammad ke Medinah
Para emigran mengikuti Muhammad ke Medinah dan tidak ada yang tersisa di Mekah kecuali mereka yang telah murtad atau ditahan dengan paksa. Namun demikian, para emigran tidak melarikan diri dengan seluruh keluarga mereka atau dengan semua harta mereka dari Mekah kepada Allah dan utusannya. Pengecualian adalah mereka yang memiliki rumah dari kalangan klan Jumah, Bani Jahsh ibn Riab. Mereka adalah sahabat terlindungi dari Bani Umaiyya dan Bani al-Bukair, yang pada gilirannya adalah sekutu dari Bani 'Adi ibn Ka'b. Rumah mereka dikunci ketika mereka beremigrasi dan tidak ada yang tersisa untuk tinggal di sana.
Ketika Bani Jahsh bermigrasi, Abu Sufyan menjual rumah mereka kepada Amr ibn 'Alqama. Ketika putra-putra Jahsh mendengar ini, Abd Allah ibn Jahsh menceritakannya kepada nabi, yang menjawab: "Apakah Anda tidak puas bahwa Allah akan memberi Anda rumah yang lebih baik di surga?" Dia menjawab: "Tentu saja!" kemudian,” Muhammad bergabung, "kamu akan menerimanya.” Ketika Muhammad menaklukkan Mekah, Abu Ahmad berbicara dengannya tentang rumah mereka. Muhammad ragu-ragu dengan jawabannya, dan orang-orang berkata kepada Abu Ahmad: “Muhammad tidak suka ketika bermasalah dengan kerugian finansial yang diderita demi Allah. Oleh karena itu, jangan bicara lagi padanya tentang hal itu!”
Muhammad tetap dari bulan Rabi'a al-Awwal (bulan ke-3) sampai Safar (bulan ke-2) di tahun berikutnya di Medinah. Selama waktu ini pembangunan masjid dan tempat tinggalnya telah selesai.
4.03.8 -- Khotbah pertama Muhammad
Seperti yang dilaporkan kepada saya dari Abu Salama bin Abd al-Rahman bahwa Muhammad, dalam khotbah umum pertamanya (semoga Allah menjauhkan kita dari menempatkan sesuatu di mulutnya dia tidak pernah berkata!) – setelah dia memuliakan dan memuji Allah – mengatakan berikut ini : “Hai kalian! Kirimkan perbuatan baik di hadapan Anda!* Demi Allah, jika salah satu dari Anda dihajar oleh rasa takut karena hari penghakiman yang akan datang, maka domba-dombanya tidak akan digembalakan. Maka Allah akan mengatakan kepadanya tanpa penerjemah atau penatalayan: 'Apakah kamu tidak bertemu Rasulku dan tidakkah dia membawakanmu pesanku? Saya telah memberi Anda harta dan menunjukkan perbuatan baik Anda. Apa yang telah Anda kirimkan untuk jiwamu? 'Dia kemudian akan melihat ke kiri dan ke kanan dan menemukan apa-apa, dan dia akan melihat ke depan dan melihat apa-apa selain neraka. Siapa pun yang bisa menyelamatkan dirinya (wajahnya) dari neraka – baik itu dengan tidak lebih dari sepotong kurma – biarkan dia melakukannya. Tetapi siapa pun yang tidak menemukan apa pun membiarkannya melakukannya dengan kata-kata yang baik. Setiap perbuatan baik akan dihargai sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Damai sejahtera bagi Anda dan berkat dan belas kasih Allah!”
4.03.9 -- Khotbah kedua Muhammad
Pada kesempatan lain Muhammad menyampaikan khotbah berikut: “Puji Tuhan! Saya memujinya dan memohon kepadanya untuk meminta bantuan. Allah adalah perlindungan kita dari kebencian kita sendiri dan perbuatan dosa kita sendiri. ‘Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka engkau tidak akan mendapatkan seorang penolong yang dapat memberi petunjuk kepadanya.' (Surah al-Kahf 18:17)”.
“Aku mengaku: tidak ada tuhan selain Allah. Dia tidak punya pasangan di sampingnya. Kata-kata terbaik di dunia adalah kata-kata Allah. Berbahagialah dia di dalam hatinya sesiapa yang Allah telah kirimkan firman-Nya, dia yang Allah telah pimpin dari ketidakpercayaan kepada Islam, dan dia yang lebih memilih Al-Quran daripada semua pidato manusia lainnya. Mereka adalah kata-kata terbaik dan paling mencolok di dunia.* Cintai apa yang Allah cintai! Cintai Allah dengan segenap hatimu. Jangan pernah bosan dengan firman Allah, dan jangan pernah berhenti mengulanginya!** Jangan mengeraskan hatimu kepada firman Allah, karena itu adalah yang terbaik dan paling mulia dari semua yang telah diciptakan Allah. Dia menyebut Quran sebagai yang paling terpilih dan yang paling baik dari semua kata dan segalanya - baik diizinkan dan tidak diizinkan - yang diberikan kepada umat manusia. Menyembah Allah dan tidak mengasosiasikannya dengan yang lain! Takutlah akan dia dalam penghormatan yang benar! Bersikap tulus kepada Allah dalam segala yang Anda ucapkan dengan mulut! Saling mengasihi dalam roh Allah, karena Allah marah ketika seseorang melanggar perjanjian dengan dia. Damai dan rahmat Allah menyertaimu!”
Islam mengajarkan predestinasi ganda: Allah menentukan yang satu untuk keselamatan, yang lain untuk kutukan (antara lain Surah Ibrahim 14: 4; al-Nahl 16:93). Kebebasan individu sangat terbatas dalam Islam. Namun demikian, seorang Muslim masih bertanggung jawab atas perbuatan baik dan jahatnya pada Hari Kiamat. Oleh karena itu, Muslim harus takut kepada Allah dan beribadah, dengan harapan bahwa Allah akan menyelamatkannya dari api neraka karena perbuatan baiknya (Surah Maryam 19:72).
** Kata Arab "Quran" secara harfiah berarti: "pengulangan, teks yang harus dibacakan" dan digunakan dalam Islam secara eksklusif untuk Surah Muhammad.
Al-Qur'an dianggap sebagai firman Allah yang terakhir dan tidak bisa salah, yang diceritakan kepada Muhammad oleh Malaikat Jibril selama serangan epilepsi Muhammad. Kata ini tidak hanya masuk ke kepala, tetapi, di atas segalanya, masuk ke dalam hati. Setiap Muslim harus menghafal Quran. Ini dianggap sebagai pekerjaan yang membenarkan. Penyerahan kepada Allah adalah jelas, antara lain, dalam menghafal Al-Quran, yang akan menemukan pahalanya pada Hari Kiamat.
4.04 -- Pembentukan Kota Negara Muslim, Yahudi dan An-imis (setelah 622 M)
4.04.1 -- Muhammad menetapkan hukum dasar
Muhammad membuat dokumen. Itu adalah kontrak untuk emigran dan para pembantu, dan untuk orang Yahudi, yang diizinkan untuk menjaga iman dan kekayaan mereka di bawah satu set kondisi tertentu. Bunyinya: Dalam nama Allah, maha pengasih, maha penyayang. Ini adalah kontrak yang nabi Muhammad simpulkan antara orang percaya dari suku Quraisy dan Medinah, yang mengikuti mereka, yang bergabung dengan mereka, dan yang berjuang bersama mereka. Bersama-sama mereka membentuk komunitas*, yang terpisah dari semua orang lain.
Para emigran dari Mekah, orang-orang Quraisy, dalam keadaan darurat dan sesuai dengan domisili mereka, harus membayar harga tebusan bagi mereka dari keluarga mereka, yang ditawan, untuk menebus mereka, karena itu benar dan adat di kalangan orang percaya. Bani Auf juga, menurut domisili dan adat mereka, membayar harga tebusan dan menebus setiap bagian dari tahanan mereka, sesuai dengan hak dan kebiasaan. Hal yang sama berlaku untuk Bani Harith, Bani Sa'ida, Bani Jusham, Bani al Najjar, Bani Amr ibn Auf, Bani al-Nabit dan Bani al-Aus.* Orang-orang percaya tidak memiliki di antara mereka siapa pun yang dibebani dengan hutang besar, yang tidak akan mereka dukung, bahkan jika tebusan atau harga tebusan harus dibayar untuknya.
Tidak ada orang beriman yang menunjukkan permusuhan kepada sekutu orang lain (orang percaya). Orang-orang percaya harus waspada terhadap mereka yang melakukan kekerasan, yang mengingini uang tebusan*, atau mereka yang merencanakan permusuhan dan korupsi di antara orang-orang percaya. Setiap orang harus mengangkat tangannya terhadap mereka yang melakukan hal-hal ini, bahkan jika dia adalah putra mereka sendiri. Tidak ada yang akan membunuh orang percaya sebagai pembalasan bagi orang yang tidak percaya. Tidak ada orang yang mendukung orang yang tidak percaya terhadap orang percaya.** Perlindungan Allah adalah satu dan sama bagi semua Muslim. Bahkan paling sedikit dari semua Muslim dapat memberikan perlindungan kepada orang-orang kafir ini! Orang percaya harus saling melindungi satu sama lain dari orang lain.***
** Kalimat ini dianggap sebagai pembenaran bagi pembantaian Muslim di kemudian hari dari orang-orang Yahudi Medinan dari Bani Qaynuqa. Sekutu orang Yahudi di kalangan mantan animis tidak punya hak untuk membantu mereka melawan Muslim, bahkan ketika yang terakhir membunuh orang Yahudi dalam jumlah besar.
*** Kesetiaan, kewajiban bersama semua Muslim untuk saling membantu melawan serangan yang adil dan tidak adil dari non-Muslim, sampai batas tertentu, sudah ada dalam hukum fundamental pertama Medinah ini. Belakangan ini menjadi kebenaran yang terbukti dengan sendirinya bagi semua Muslim. Namun dalam kenyataan, dalam perseteruan keluarga dan perang di antara umat Islam - hukum ini telah dipatahkan berkali-kali.
Orang Yahudi yang mengikuti kita menerima bantuan dan hak yang sama persis. Tidak ada ketidakadilan yang harus dilakukan dan tidak ada bantuan yang diberikan kepada musuh-musuh mereka terhadap mereka.
Damai dari orang percaya tidak dapat dipisahkan. Tidak ada kedamaian yang harus disimpulkan dengan satu orang percaya dan tidak dengan yang lain. Segala sesuatu dalam pertempuran untuk Allah harus dilakukan dalam kesetaraan dan keadilan. Dalam setiap kampanye pertempuran, pengendara harus saling meringankan. Tidak ada yang membalas dendam terhadap orang percaya lainnya ketika darah telah ditumpahkan selama perang suci. Orang-orang percaya yang takut kepada Allah berada di bawah bimbingan terbaik dan paling kuat.
Selanjutnya, tidak ada pagan (dari Medinah) yang mengambil harta atau orang Quraisy (dari Mekah) di bawah perlindungannya atau campur tangan dalam pertengkaran antara seorang Quraisy dan orang percaya lainnya. Jika terbukti bahwa seseorang telah membunuh orang percaya, ia juga akan dibunuh untuk itu, kecuali kerabat terdekat korban yang dibunuh menjadi puas dengan cara lain (uang darah). Kaum Muslim harus bangkit sebagai pria lajang melawan pembunuh.*
Juga tidak diizinkan bagi orang percaya - yang telah menyetujui isi dokumen ini dan yang percaya kepada Allah dan Hari Penghakiman - untuk memberikan bantuan kepada pihak yang bersalah atau menawarkannya tempat berlindung. Jika dia melakukannya meskipun ada larangan ini, dia akan menghadapi kutukan dan murka Allah pada Hari Kiamat. Dengan tidak ada yang bisa dia bersihkan dari kesalahan ini.* Dalam setiap masalah yang dipertanyakan di mana ada kurangnya konsensus di antara kamu, beralihlah kepada Allah dan kepada Muhammad.**
** Dengan hukum ini Muhammad menobatkan dirinya sebagai mediator, hakim, dan penguasa absolut di Medinah. Namun, Yesus, menolak untuk menjadikan diri-Nya sendiri sebagai raja atau dipenjarakan dengan jabatan duniawi apa pun, karena tujuan-Nya adalah untuk membangun kerajaan rohani (Yohanes 6:15; Lukas 12: 13-15).
Jika orang Yahudi bertarung bersama orang percaya, mereka harus berkontribusi yang sama terhadap biaya. Orang-orang Yahudi dari Bani Auf membentuk komunitas dengan orang-orang percaya. Orang-orang Yahudi mempertahankan iman mereka dan orang-orang Muslim juga demikian.* Dengan cara yang sama, orang mereka dan orang-orang yang dibebaskan dan sekutu mereka tidak dapat disentuh. Hanya penjahat atau mereka yang melakukan kekerasan tidak menikmati perlindungan, di mana mereka menceburkan diri baik diri maupun keluarga mereka ke dalam kehancuran.
Pengaturan mengenai orang-orang Yahudi dari Bani Auf juga berlaku untuk orang-orang Yahudi dari Bani al-Najjar, Bani al-Harith, Bani Sa'ida, Bani Jusham, Bani al-Aus, Bani Tha'laba dan Jafna, yang membentuk cabang dari Jafna, serta untuk orang-orang Yahudi dari Bani Shutayba, yang murni, bukan pelanggar hukum. Orang-orang merdeka dari Tha'laba dianggap, seperti Tha'laba sendiri, untuk menjadi cabang sampingan dari suku-suku Yahudi. Tidak seorang pun dari mereka yang meninggalkan Medinah tanpa izin Muhammad.*
Tidak seorangpun yang harus dicegah untuk membalas dendam karena cedera. Siapa pun yang melakukan ketidakadilan menyakiti dirinya dan keluarganya, kecuali jika kekerasan sebelumnya dilakukan terhadapnya. Allah menginginkan bahwa tata cara-tata cara ini diikuti dengan seksama.
Orang-orang Yahudi harus mengurus kebutuhan hidup mereka sendiri dan menyukai orang-orang percaya untuk mereka sendiri. Memberikan dukungan adalah tanggung jawab ber-sama ketika seseorang mengobarkan perang terhadap siapa pun yang disebutkan dalam dokumen ini. Saling saran dan konsultasi harus tulus dalam semua kasus. Tidak ada yang melakukan ketidakadilan terhadap mereka yang bersekutu dengannya, dan yang bertanggung jawab untuk membantu orang yang telah melakukan kekerasan. Orang-orang Yahudi harus menanggung biaya perang bersama dengan orang-orang percaya, selama mereka berperang satu sama lain.*
Wilayah kota Medinah adalah zona yang tidak dapat diganggu gugat bagi semua orang yang menyetujui kontrak ini. Seseorang yang dilindungi dianggap sama dengan orang yang memberinya perlindungan, selama dia bukan kriminal. Seorang wanita tidak dapat dilindungi tanpa izin dari keluarganya. Jika suatu peristiwa yang tidak terduga terjadi antara yang disebutkan dalam dokumen ini, atau pertengkaran pertengkaran di mana pencabutan pengaturan yang disepakati harus ditakuti, harus mencari jawaban dari Allah atau Muhammad. Allah dapat dengan sebaik-baiknya memperhatikan pemeliharaan yang tepat dari kontrak ini. Tidak ada perlindungan yang diberikan kepada suku Quraisy di Mekah atau para pembantunya.* Siapapun yang menyerang Medinah harus dipukuli oleh semua orang. Jika orang-orang kafir dipanggil untuk berdamai dan hidup dalam damai, mereka harus mengindahkan panggilan.
Jika mereka memanggil untuk hidup dalam damai, maka orang percaya harus mengikutinya, kecuali ketika mereka sedang berperang agama. Masing-masing adalah untuk menjaga bagian jarahannya yang telah mereka dapatkan (Surah al-Anfal 8: 1 ff.) Orang-orang Yahudi dari suku Aus dan bangsal mereka yang terlindungi dijamin hak yang sama dengan mereka yang telah menyetujui kontrak ini.
Allah menuntut agar isi dari kontrak ini* dijaga dengan teliti sehingga tidak seorangpun kriminal atau penjahat yang dilindungi. Siapapun yang masuk atau meninggalkan Medinah aman terlepas dari kriminal dan penjahat. Allah dan utusannya Muhammad melindungi yang murni dan takut akan Allah.**
** Kontrak antara Muslim, Yahudi, dan Animis di Medinah ini adalah contoh keterampilan kepemimpinan Muhammad. Untuk sesaat dia – bertentangan dengan prinsip-prinsip agamanya – siap untuk berkompromi, namun hanya selama dia membutuhkan bantuan dari agama-agama lain. Mula-mula Muhammad ingin menyatukan mitra-mitra yang berbeda secara fundamental di kotanya dan dengan melakukan itu membangun basis kekuatan di mana Islam bisa berkembang.
4.04.2 -- Pengakuan persahabatan dari para Emigran dan para Pembantu
Muhammad membuat aliansi antara teman-teman emigran dari Mekah dan para pembantu dari Medina. Seperti yang saya pahami, dia berkata (semoga Allah melindungi kita dari berlangganan apapun kepadanya yang tidak dia katakan!): "Menjadi saudara (masing-masing dua bersama) dalam nama Allah!" Dia kemudian menggenggam tangan Ali dan berkata : “Ini saudaraku.”* Demikianlah Muhammad**, penguasa orang-orang yang dikirim, imam yang takut akan Tuhan, utusan Tuhan semesta alam, yang tidak memiliki siapa pun yang setara dengannya, menjadi seorang saudara laki-laki dengan Ali. Hamza, Singa Allah dan paman Muhammad, menjadi saudara laki-laki Zaid ibn Haritha, orang bebas Muhammad. Dialah yang ditugaskan Hamza untuk memenuhi wasiat terakhirnya jika dia harus binasa dalam Perang Uhud. Ja'far, putra Abu Thalib, yang melayang-layang di surga dengan dua sayap,*** menjadi saudara Mu'adh ibn Jabal, salah satu saudara dari Bani Salama. Abu Bakar akan menjadi saudara dari Kharija bin Zaid, Umar ibn al-Khattab dengan Itban ibn Malik. Akhirnya Bilal disebutkan. Yang ini adalah orang bebas dari Abu Bakar, serta muazin Muhammad, yang menjadi saudara dengan Abu Ruwaiha Abd Allah ibn Abd al-Rahman, Kathamite, yang kemudian dihitung di antara Bani Fura.
** Muhammad dianggap dalam Islam sebagai tuan dan meterai dari semua utusan Allah. Bagi Muslim, dia lebih besar dari Musa dan Yesus. Namun "Tuan dari Dunia" adalah salah satu nama Allah, dan Muhammad dianggap sebagai utusan yang paling penting. Ia menjadi saudara laki-laki dengan Ali, keponakannya, juga putra angkat, dan kemudian menantu laki-laki. Dengan melakukan itu Muhammad sekali lagi mengikat dirinya pada klannya.
*** Muhammad mengklaim bahwa Ja'far, sepupunya, telah mendapatkan dua sayap di titik-titik tubuhnya di mana dia kehilangan kedua tangannya dalam pertempuran.
Nama-nama ini diteruskan kepada kita oleh orang-orang yang Muhammad terikat dalam persaudaraan. Ketika Umar memperkenalkan buku-buku itu ke Syria, di mana nama-nama semua petarung didaftarkan, dia bertanya kepada Bilal, yang juga mengobarkan perang di sana, di mana dia ingin masuk. Dia menjawab: "Di samping Abu Ruwaitha, dari siapa saya tidak pernah ingin dipisahkan, karena Muhammad membuat kita bersaudara." Jadi dia menjadi bergabung dengan Abu Ruwaitha, dan orang-orang Etiopia yang tersisa untuk suku Khatham, karena Bilal adalah miliknya.*
4.04.3 -- Kematian Abu Umama
Pada bulan ketika masjid itu dibangun, Abu Umama Sa'd ibn Zurara meninggal karena kondisi tenggorokan atau gangguan pernapasan. Muhammad berkata: “Kematian Abu Umama terlihat pada orang-orang Yahudi dan orang-orang munafik di antara orang-orang Arab seperti malapetaka bagi kaum Muslim. Mereka akan berkata, jika saya adalah seorang nabi maka rekan saya tidak akan mati.* Sekarang mereka akan diyakinkan bahwa saya tidak dapat mempengaruhi apa pun melalui Allah, baik untuk diri saya sendiri maupun untuk teman-teman saya.” Setelah Abu Umama wafat, Bani Najjar, yang dipimpin dia, dikumpulkan oleh Muhammad dan memintanya untuk menentukan pengganti, yang akan memerintahkan hal-hal mereka seperti yang dilakukan pendahulunya. Jadi Muhammad berkata: “Kamu adalah paman saya di sisi ibuku. Aku milikmu dan ingin menjadi pemimpinmu.” Muhammad tidak ingin mengangkat mereka di atas yang lain. Bani Najjar menganggapnya sebagai hadiah dari garis keturunan mereka bahwa Muhammad menjadi pemimpin mereka.
4.04.4 -- Awal Panggilan untuk Shalat
Setelah Muhammad menemukan tempat tinggal yang aman* di Medinah dan teman-temannya, para emigran (dari Mekah), ikut bersamanya, dan juga hal-hal yang berkaitan dengan para Penolong (dari Medinah) telah diperintahkan, Islam menjadi mapan. Shalat dilakukan secara teratur, waktu puasa dipatuhi, pajak orang miskin dikenakan, hukum pidana diterapkan dan apa yang diizinkan dan dilarang* ditentukan.***
** "Yang diizinkan dan terlarang" adalah batas ekstrim pada skala nilai-nilai yurisprudensi Islam; di antara ini ada banyak tingkatan, seperti ketidakpedulian, tidak diinginkan, tercela seperti halnya yang lain.
*** Dengan demikian Islam menjadi hukum tunggal di Medinah yang memerintahkan budaya dan cara hidupnya.
Ketika Muhammad datang ke Madinah, orang-orang berkumpul di sekitarnya pada waktu-waktu tertentu untuk berdoa, tanpa dipanggil untuk itu. Muhammad mengambil ide dalam pikiran bahwa orang-orang percaya dipanggil untuk berdoa dengan trompet, seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi, namun meninggalkan ide itu. Kemudian dia ingin memperkenalkan "lonceng". Dia benar-benar memiliki "lonceng" yang dibuat agar dapat dibunyikan pada saat-saat shalat.*
Sementara itu, Abd Allah ibn Zaid memiliki visi di mana ia diajari bagaimana ia harus dipanggil untuk berdoa. Dia datang kepada nabi dan berkata: “Malam yang lalu ini datanglah kepada saya seorang hantu yang berkeliaran dalam bentuk seorang pria, yang mengenakan jubah hijau dan yang memiliki lonceng di tangannya. Saya bertanya kepadanya: 'Hamba Allah! Apakah Anda ingin menjual bel ini padaku?' Dia bertanya: 'Apa yang ingin kamu lakukan dengan itu?' Saya menjawab: 'Kami ingin memanggil orang-orang untuk shalat dengannya.' Dia kemudian berkata: 'Saya ingin menunjukkan kepada Anda metode yang lebih baik!' Ketika saya bertanya kepadanya tentang metode ini, dia menjawab: 'Panggil empat kali: Allah Maha besar, dan kemudian: Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Mari menunaikan Shalat! Marilah menunaikan Shalat! Mari meraih kemenangan! Mari meraih kemenangan! Allah Maha besar! Allah Maha besar! Tidak ada tuhan selain Dia!'”* Ketika Muhammad mendengar kata-kata ini, dia berkata: “Itu adalah visi yang benar. Seperti kehendak Allah, pergi dan mengajarkannya kepada Bilal! Dia akan memanggilnya dengan doa, karena dia memiliki suara yang lebih baik daripada kamu. ”Ketika Bilal memanggil doa, Umar mendengarnya di rumahnya. Dia bergegas ke Muhammad, menyeret jubahnya dan berkata: "Wahai nabi Allah, oleh dia yang mengutus kamu kebenaran, aku memiliki visi yang sama seperti dia!" Muhammad berkata: "Terpujilah Allah!"
1. "Allahu akbar" berarti bahwa Allah adalah ilah yang agung, jauh dan tidak dikenal, yang tidak ada persamaan dan tidak ada bandingannya dengan siapa pun. Dia tidak bisa dibayangkan, tidak tercapai atau dipahami. Dia adalah ilah yang sepenuhnya "lain", hebat dan tidak dikenal, yang hanya bisa ditakuti dan disembah oleh semua orang.
2. Muhammad disebut "utusan Allah". Karena dia bukan hanya nabi, tetapi juga wakil politiknya, yang ditugaskan untuk melihat bahwa hukum Allah ditegakkan. Karena itu, pada akhirnya Islam tidak lain adalah mendirikan agama negara dalam negara agama.
3. Siapapun yang tunduk pada urutan doa yang ditentukan, akan sukses dalam hidup dan dalam kekekalan. Doa-doa ini adalah untuk mendapatkan hak istimewa dengan Allah dan menganggapnya sebagai pekerjaan yang berjasa, yang menjamin berkat dalam hal ini dan di dunia berikutnya. Doa dalam Islam adalah sarana untuk mencapai tujuan, dan bukan memberi syukur kepada Tuhan untuk berkat dan rahmat-Nya. Di sini pembenaran oleh karya-karya dalam Islam dapat dilihat kembali dibandingkan dengan pembenaran oleh kasih karunia dalam Kristus.
'Ubaid bin' Umayr al-Laithi berkata: “Muhammad dan rekan-rekannya telah bertekad untuk mendapatkan sebuah lonceng, untuk memanggil orang-orang bersama-sama untuk berdoa. Ketika Umar ingin membeli dua balok untuk bel, dia memiliki visi di mana dia diperintahkan untuk tidak membawa bel, tetapi untuk memanggil doa. Umar pergi ke Muhammad untuk memberitahukannya tentang visinya. Muhammad, bagaimanapun, telah menjadi sadar akan hal yang sama melalui wahyu. Dia berkata kepada Umar: 'Wahyu ini telah mendahului kamu!' Umar hampir tidak kembali sebelum Bilal mulai membuat panggilan untuk berdoa."
Seorang wanita dari Bani Najjar mengatakan: “Rumah saya adalah yang tertinggi di sekitar masjid. Bilal memanggil dari sini setiap pagi untuk berdoa. Dia datang sangat awal, naik ke atas atap datar, duduk, dan kemudian menunggu bintang pagi. Kemudian dia berjalan di sekitar (atap datar) dan berteriak: 'Allah, aku memujimu dan memohon bantuanmu untuk orang Quraisy, supaya mereka bisa menerima agamamu.' Dia kemudian dipanggil untuk shalat dan, demi Allah, saya tidak tahu bahwa dia bahkan mengabaikan ini satu malam.”
4.04.5 -- Nama-nama lawan di antara orang Yahudi
Seiring waktu, dan ketika Islam menjadi mapan, para Rabi menjadi musuh-musuh Muhammad. Mereka dipenuhi dengan rasa iri dan kesal bahwa Allah telah memilih utusannya dari antara orang-orang Arab.* Mereka bergabung dengan orang-orang Aus dan Khazraj, di antaranya masih ada orang-orang yang berpegang teguh pada kekafiran dan penyembahan berhala, sama seperti ayah mereka dan sebagai orang-orang yang tidak percaya pada kebangkitan. Namun mereka merasa terdorong untuk membuat pengakuan yang jelas terhadap Islam – untuk menyelamatkan hidup mereka. Meskipun demikian, mereka adalah orang-orang munafik dan di dalam hati berdiri di sisi orang Yahudi, yang telah menolak Islam dan menyebut Muhammad pembohong.
Para Rabi mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang Muhammad, membuatnya kesal dan memberinya masalah-masalah rumit, semuanya untuk mencampur kebenaran dengan kebohongan, satu-satunya pengecualian adalah beberapa pertanyaan yang diberikan orang-orang beriman kepadanya mengenai apa yang diperbolehkan dan dilarang.*
Rabi-rabi ini penuh dengan kebencian dan mereka adalah musuh bebuyutan Muhammad dan teman-temannya. Mereka membuang mengajukan pertanyaan dan meneruskan polemik melawan Islam untuk menghancurkannya. Hanya ada dua Rabi yang menjadi Muslim.*
Karena serangan para Rabi membawa masalah otoritas intrinsik Muhammad dipertanyakan, dia menyebut mereka musuh terbesar dan paling berbahaya. Kritik, kelihaian dan superioritas orang-orang Yahudi, bersama dengan ejekan pedas mereka, menciptakan kebencian yang tidak terbendung dalam diri Muhammad dan para pengikutnya yang telah bertahan sampai hari ini.
Yesus juga dicobai dan diejek oleh orang-orangnya, tetapi lebih bijaksana daripada lawan-lawannya dan mengatasi tipuan mereka dan dengki dengan logika rohani dan kata-kata yang berkaitan dari Perjanjian Lama. Yesus adalah kebenaran secara pribadi: Dia tidak memutarbalikkan hukum, melainkan memenuhinya dengan kata dan perbuatan.
4.04.6 -- Konversi Rabi Yahudi Abdallah ibn Salam
Seperti yang dilaporkan kepada saya oleh salah satu keluarganya, Abd Allah ibn Salam, seorang Rabi yang terpelajar, menggambarkan sejarah pertobatannya dengan cara berikut: “Ketika saya mendengar utusan Allah berbicara, saya mengenalinya dari atributnya, nama dan waktu di mana kami mengharapkannya.* Saya gembira, tetapi tetap diam sampai dia datang ke Medinah.
Ketika dia (Muhammad) menetap di Quba bersama Bani Amr ibn Auf, datanglah seorang pria dan memberitahu kami tentang kedatangannya. Pada saat itu saya sedang berada di mahkota palem kurma, di mana duduklah bibiku Khalida, putri Harith. Ketika saya mendengar berita itu, saya berteriak: 'Allah Maha Kuasa.' Bibi saya menjawab: 'Semoga Tuhan mempermalukan kamu! Anda tidak bisa mengatakan lebih banyak jika Musa, putra Imran, telah datang. 'Saya menjawab: 'Demi Allah, dia adalah saudara laki-laki Musa, berasal dari agama yang sama dan dikirim dengan sama seperti yang Allah mengutus Musa. Dia bertanya: 'Apakah dia nabi yang dinubuatkan kepada kita yang akan datang saat ini?' Saya bilang iya.' Dia menjawab: 'Baiklah, dia itu!' Saya langsung pergi ke Muhammad, masuk Islam, pergi lagi ke rumah saya dan memerintahkan seluruh keluarga saya untuk mengikuti Islam, dan mereka melakukannya. Namun demikian, saya mempertahankan pertobatan kami sebagai rahasia dari orang Yahudi. Saya pergi lagi ke Muhammad dan berkata: 'Orang Yahudi adalah orang yang memfitnah. Sembunyikan saya di salah satu kamar Anda dan tanyakan tentang saya, sebelum mereka tahu bahwa saya telah menjadi seorang Muslim, karena begitu mereka mengetahuinya mereka akan memfitnah dan meremehkan saya. 'Muhammad menyembunyikannya di salah satu kamarnya, dan ketika orang-orang Yahudi datang dan berbicara dengannya untuk sementara waktu dan menanyakan beberapa pertanyaan, dia bertanya: 'Posisi apa yang al-Husain ibn Salam tempati di antara kamu?' Mereka menjawab: 'Dia adalah tuan kami dan putra tuan kami dan Rabi dan sarjana kami.' Ketika mereka mengatakan ini, saya keluar dan pergi ke mereka dan berkata: 'Hai kamu orang Yahudi! Takutlah kepada Allah dan terimalah apa yang ia kirimkan kepadamu. Demi Allah, Anda tahu bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Anda akan menemukannya disebutkan dalam Torah, dengan nama dan atributnya.* Untuk bagian saya, saya mengaku bahwa dia adalah utusan Allah. Saya percaya padanya dan mengakui dia jujur.' Mereka berteriak: 'Kamu berbohong,' dan mulai mencaci saya. Saya kemudian berkata kepada Muhammad: 'Apakah saya tidak mengatakan kepada Anda, o Nabi Allah, bahwa orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang memfitnah, di antaranya pengkhianatan, kebohongan dan kekotoran (percabulan) berdiam?'
Saya kemudian secara terbuka memproklamasikan pertobatan saya dan keluarga saya. Bibi saya Khalida, juga, menjadi seorang Muslim yang baik."
4.04.7 -- Konversi Rabi Yahudi Mukhairiq
Dari Mukhairiq dikatakan: “Dia adalah seorang rabi terpelajar yang kaya dari pohon kurma. Dia mengenali Muhammad dengan karakteristiknya dan dari apa yang telah dia pelajari dalam studinya. Dia mendapatkan cinta untuk Islam. Keakrabannya dengan agama ini adalah apa yang membuatnya me-nang. Jadi dia hidup sampai Perang Uhud, yang jatuh pada hari Sabat. Dia kemudian berkata kepada orang Yahudi: "Demi Allah, Anda tahu itu adalah tugas Anda untuk membantu Muhammad." Mereka menjawab: "Hari ini adalah hari istirahat." Dia berseru: "Semoga Anda tidak pernah datang untuk beristirahat!" Dia kemudian mengambil senjatanya dan pergi ke Uhud kepada Muhammad dan teman-temannya. Dia sebelumnya telah memutuskan bahwa jika dia harus membunuh semua harta miliknya dan barang-barang itu jatuh ke Muhammad, yang kemudian dapat melanjutkan dengan mereka sebagaimana Allah mengarahkannya. Dia kemudian bertempur di antara orang-orang percaya sampai dia dibunuh. Ketika saya mendengarnya, Muhammad berkata: “Mukhairiq adalah yang terbaik di antara orang Yahudi.” Muhammad kemudian mengambil kepemilikan Mukhairiq. Semua sedekah yang dibagikan Muhammad di Medinah berasal dari rumah Mukhairiq.”*
4.05 -- TES
Pembaca yang budiman,
Jika Anda telah mempelajari buku ini dengan seksama, Anda akan dengan mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Barangsiapa yang mampu menjawab 90% pertanyaan dari 11 jilid seri ini dengan benar akan menerima sebuah sertifikat dari kantor pusat kami sebagai penghargaan atas:
Studi Lanjutan
mengenai kehidupan Muhammad di bawah terang Injil
- sebagai sebuah penyemangat untuk pelayanan bagi Kristus di masa depan.
- Bagaimana bisa terjadi bahwa Addas, orang Kristen, mengakui Muhammad sebagai seorang nabi?
- Apa yang terjadi dalam kisah delegasi Jin?
- Medinah menjadi negara agama dalam sepuluh langkah. Beri nama langkah-langkah ini.
- Bagaimana Islam dimulai di Yathrib?
- Apa isi dari kontrak yang dibuat Muhammad dengan penduduk Yathrib di al-'Aqaba?
- Perintah apa yang diterima Muhammad setelah dia setuju dengan perwakilan dari Yathrib?
- Mengapa para pemimpin Quraisy memutuskan untuk membunuh Muhammad?
- Mengapa Muhammad meninggalkan kediamannya di Mekah? Apa yang dia lakukan selama ini?
- Bagaimana Muhammad menentukan di mana dia akan tinggal di Madinah?
- Bandingkan bangunan masjid pertama dengan bangunan persekutuan orang percaya di dalam Kristus.
- Bagaimana panggilan doa Islam dimulai?
- Bagaimana Rabi Yahudi Abdallah ibn Salam dan Mukhairiq masuk Islam?
Setiap peserta yang mengambil bagian dalam tes ini diijinkan untuk memanfaatkan buku yang tersedia atapun bertanya kepada orang yang ia percaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Kami menantikan jawaban tertulis anda, termasuk alamat lengkap Anda pada selembar kertas atau e-mail. Kami berdoa kepada Yesus, Tuhan yang hidup, bagi Anda, bahwa Ia akan memanggil, memimpin, menguatkan, memelihara dan menyertai anda setiap hari dalam kehidupan anda!
Dalam persatuan dengan Anda dalam pelayanan untuk Yesus,
Abd al-Masih dan Salam Falaki.
Kirimkanlah jawaban Anda ke:
GRACE AND TRUTH
POBox 1806
70708 Fellbach
Germany
Atau melalui e-mail ke:
info@grace-and-truth.net