Home
Links
Contact
About us
Impressum
Site Map?


Afrikaans
عربي
বাংলা
Dan (Mande)
Bahasa Indones.
Cebuano
Deutsch
English-1
English-2
Español
Français
Hausa/هَوُسَا
עברית
हिन्दी
Igbo
ქართული
Kirundi
Kiswahili
മലയാളം
O‘zbek
Peul
Português
Русский
Soomaaliga
தமிழ்
తెలుగు
Türkçe
Twi
Українська
اردو
Yorùbá
中文



Home (Old)
Content (Old)


Indonesian (Old)
English (Old)
German (Old)
Russian (Old)\\

Home -- Indonesian -- 17-Understanding Islam -- 010 (Mohammed’s first marriage and the call to prophethood)
This page in: -- Arabic? -- Bengali -- Cebuano? -- English -- French -- Hausa -- Hindi -- Igbo -- INDONESIAN -- Kiswahili -- Malayalam -- Russian -- Somali? -- Ukrainian? -- Yoruba?

Previous Chapter -- Next Chapter

17. Memahami Islam
BAGIAN SATU: MEMAHAMI AWAL MULA ISLAM
BAB 2: KEHIDUPAN MUHAMMAD

2.2. Pernikahan pertama Muhammad dan panggilan menuju kenabian


Sumber-sumber Islam hampir sepenuhnya diam tentang tahun-tahun kehidupan Muhammad antara usia dua belas dan empat puluh tahun, meskipun demikian kita memiliki informasi tentang dua peristiwa penting selama periode ini: pertama, pernikahannya dengan Khadijah, dan kedua, panggilannya yang jelas untuk kenabian.

Sebagai seorang pemuda, Muhammad dipekerjakan oleh seorang janda kaya dari keluarga lain dari sukunya, untuk bertanggung-jawab atas karavan perdagangannya. Dia bernama Khadijah; dia sebelumnya telah menikah tiga kali dan memiliki anak dari setiap pernikahan sebelumnya. Kita tidak tahu mengapa Muhammad diberi tanggung jawab ini di usianya yang begitu muda, atau mengapa kemudian Khadijah memutuskan untuk menikahi Muhammad. Khadijah melamarnya ketika dia berusia dua puluh lima tahun dan dia sendiri berusia empat puluh tahun. Menurut beberapa sumber Islam Khadijah menyediakan banyak makanan dan minuman, lalu dia memanggil ayahnya dan beberapa pria lainnya dari sukunya, dan mereka makan dan minum sampai mabuk. Kemudian Khadijah berkata kepada ayahnya: "Muhammad bin Abdullah ingin menikah denganku; biarkan aku menikah dengannya". Jadi ayahnya menikahkan dia dengan Muhammad. Dia memakaikan parfum pada ayahnya dan mendandaninya dengan hullah tradisional (jubah khusus yang dihiasi emas yang dikenakan pada acara-acara khusus) sesuai tradisi di Mekah. Ketika dia sadar, dia mendapati dirinya memakai parfum dan hullah. "Apa yang terjadi padaku? Apa ini?" tanyanya. Khadijah menjawab: "Engkau menyerahkan aku untuk menikah dengan Muhammad bin Abdullah." "Aku memberimu pernikahan dengan anak yatim piatu dari Abu Talib?" seru ayahnya, "Tidak. tidak pernah!" "Tidakkah Anda akan terlihat memalukan seperti orang bodoh di depan suku Quraish dan memberi tahu mereka bahwa Anda mabuk?" tanya Khadijah, dan dia terus mendesak ayahnya hingga ayahnya menyerah, meskipun dia tidak menginginkan putrinya menikahi seorang pria miskin tanpa orang tua dan tidak memiliki prospek keuangan (Ahmad bin Hanbal, Musnad).

Menikahi Khadijah memungkinkan Muhammad memiliki lebih banyak waktu untuk latihan mental dan pencarian keagamaannya. Setelah beberapa saat, Muhammad mulai melihat penglihatan. Khawatir bahwa dia mungkin dirasuki oleh roh jahat, dia berbagi keprihatinannya dengan istrinya yang membawanya ke sepupunya, Waraqa yang adalah seorang Kristen, yang memercayai beberapa ajaran yang sesat. Sebagai seseorang yang berpengetahuan tentang agama monoteistik, dan bukan seorang kafir, Khadijah tahu bahwa dia lebih mungkin memahami pengalaman Muhammad. Waraqa memberi tahu Muhammad bahwa penglihatannya mengartikan dia adalah seorang nabi seperti Musa, dan dengan demikian benih-benih itu ditaburkan dan disirami di dalam pikiran Muhammad.

Waraqa pun meninggal tak lama kemudian, dan penglihatan Muhammad berhenti untuk sementara waktu. Sebagai akibat dari penghentian penglihatannya, Muhammad jatuh ke dalam keraguan diri dan depresi sehingga beberapa kali dia mencoba menjatuhkan dirinya dari puncak gunung; setiap kali Jibril akan menampakkan diri kepadanya dan berkata "kamu memang adalah utusan Allah" (Bukhari, Sahih). Atas semua peristiwa itu, Muhammad belumlah diyakinkan, dan memerlukan bujukan. Kita memiliki beberapa cerita yang berkaitan dengan bagaimana Khadijah harus meyakinkan Muhammad bahwa apa yang dilihatnya adalah malaikat dan bukan roh jahat.

Salah satu kisah tersebut diceritakan oleh Ibnu Ishaq, penulis biografi paling awal Muhammad:

"Atas kehendaknya, Khadijah berkata kepada rasul Allah, 'Wahai anak pamanku, apakah engkau dapat memberitahuku tentang tamu itu, ketika dia datang menemui engkau?' Dia menjawab bahwa dia bisa, dan istrinya memintanya untuk memberitahunya ketika tamu itu datang. Jadi ketika Jibril datang kepadanya, seperti biasanya, rasul itu berkata kepada Khadijah, 'Inilah Jibril yang baru saja datang kepadaku.' 'Bangunlah, hai anak pamanku,' katanya, 'dan duduklah di dekat paha kiriku.' Rasul itu melakukannya, dan dia berkata, 'Dapatkah engkau melihatnya?' "Iya," ujarnya. Dia berkata, 'Lalu putarlah dan duduklah di paha kanan ku.' Dia melakukannya, dan Khadijah berkata, 'Bisakah kamu melihatnya?' Ketika dia menjawab bahwa dia bisa, Khadijah memintanya untuk bergerak dan duduk di pangkuannya. Ketika dia telah melakukan ini, dia kembali bertanya apakah dia bisa melihatnya, dan ketika dia berkata ya, Khadijah menyingkapkan dirinya dan membuang cadarnya sementara rasul masih duduk di pangkuannya. Kemudian dia berkata, 'Bisakah engkau melihatnya?' Dan dia menjawab, 'Tidak.' Dia berkata, 'Hai anak pamanku, bersukacitalah dan baik-hatilah, demi Allah, dia adalah malaikat dan bukan setan.' " (Ibnu Ishaq, Kehidupan Muhammad).

Jadi dikarenakan tamu itu menunjukkan rasa hormatnya dan menghilang saat Khadijah memperlihatkan rambutnya, dia menunjukkan kepada Muhammad bahwa dia pastilah seorang malaikat dan bukan roh jahat yang tidak akan menunjukkan penghormatan atas hal itu.

Maka Khadijah dan Waraqa - menurut para sejarawan Islam - adalah orang-orang yang pertama mempercayai Muhammad sebagai seorang nabi dan meyakinkan Muhammad akan hal tersebut.

www.Grace-and-Truth.net

Page last modified on January 05, 2024, at 05:55 AM | powered by PmWiki (pmwiki-2.3.3)