Home
Links
Contact
About us
Impressum
Site Map?


Afrikaans
عربي
বাংলা
Dan (Mande)
Bahasa Indones.
Cebuano
Deutsch
English-1
English-2
Español
Français
Hausa/هَوُسَا
עברית
हिन्दी
Igbo
ქართული
Kirundi
Kiswahili
മലയാളം
O‘zbek
Peul
Português
Русский
Soomaaliga
தமிழ்
తెలుగు
Türkçe
Twi
Українська
اردو
Yorùbá
中文



Home (Old)
Content (Old)


Indonesian (Old)
English (Old)
German (Old)
Russian (Old)\\

Home -- Indonesian -- 17-Understanding Islam -- 014 (AXIOM 1: Belief in the existence and oneness of God (Allah))
This page in: -- Arabic? -- Bengali -- Cebuano? -- English -- French -- Hausa -- Hindi -- Igbo -- INDONESIAN -- Kiswahili -- Malayalam -- Russian -- Somali? -- Ukrainian? -- Yoruba?

Previous Chapter -- Next Chapter

17. Memahami Islam
BAGIAN DUA: MEMAHAMI KEYAKINAN DAN PRAKTIK ISLAM
BAB 3: AKSIOMA IMAN

3.1. AKSIOMA 1: Percaya Akan Keberadaan dan Ke-Esaan Allah


Seperti disebutkan dalam bab sebelumnya, banyak ajaran awal Muhammad tidak sepenuhnya bertentangan dengan ajaran-ajaran orang Kristen dan Yahudi di sekitarnya (tetapi harus diingat bahwa sebagian besar orang Kristen saat itu di semenanjung mengikuti ajaran sesat), dan pada kenyataannya Yudaisme sangat memengaruhi perkembangan awal Islam. Sampai hari ini kita melihat banyak kesamaan di antara keduanya, meskipun banyak dari ide-ide ini telah diambil di luar konteks Perjanjian Lama dan tidak koheren di dalam konteks Islam. Jadi kita melihat bahwa meskipun konsep akhir tentang Allah dalam Islam secara radikal berbeda dari ALLAH di dalam Alkitab, di masa awal Muhammad mengaku mengikuti Allah yang sama dengan orang Yahudi dan Kristen. Sementara dia terus mencoba untuk memenangkan mereka agar mengikutinya, dia dikutip dalam Al-Qur'an demikian:

"Yang terbaik, janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, kecuali terpaksa, yakni kepada kaum yang melakukan ketidakadilan di antara mereka, dan katakanlah: “Kami percaya kepada (kitab-kitab) yang dinyatakan kepada kami dan yang dinyatakan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami adalah muslim (berserah diri) kepada-Nya. '" (Al-Qur'an 29:46)

Dan meskipun agama baru Muhammad tidak menarik bagi orang-orang kafir di Mekah, tampak jelas ada beberapa bagian yang dia ambil dari kepercayaan-kepercayaan yang ada saat itu.

Nama Allah, misalnya, digunakan sebelum Islam. Bahkan, itu adalah bagian dari nama ayah dari Muhammad, Abdullah (budak Allah). Ada beberapa perdebatan tentang apa atau siapa yang dimaksud dengan Allah; salah satu teori menyatakan itu mengacu pada dewa bulan, sementara yang lain berpendapat bahwa itu digunakan untuk merujuk pada berhala kafir tertentu. Tetapi ada teori lain yang menyatakan itu digunakan untuk menggambarkan yang Maha Tinggi, Allah pencipta, yang mengungguli semua dewa berhala kafir lainnya. Pada awalnya, Muhammad bahkan berusaha meyakinkan masyarakat setempat bahwa Allah bukanlah tuhan baru melainkan seseorang yang sudah mereka sembah. Hal ini tidak berarti bahwa Muhammad setuju dengan segala sesuatu yang dipraktikkan di hadapannya baik oleh orang Arab atau Kristen atau Yahudi – Tampaknya dia memilih dan memutuskan tergantung pada keadaan pada waktu-waktu tertentu – dan tentu saja konsep akhir Allah yang dinyatakan dalam Al-Qur'an sangat berbeda dari Allah dalam Alkitab, tetapi gagasan awal Muhammad tentang Allah dalam batas tertentu dibentuk oleh kepercayaan orang-orang di sekitarnya.

Untuk memahami pandangan Islam tentang Allah, pertama-tama kita harus memahami dua doktrin dasar yang diajarkan dalam Al-Qur'an: transendensinya, dan pertentangannya atas tatanan ciptaan. Dua hal ini menjadi seluruh pemahaman seorang Muslim tentang natur Allah.

Dalam Islam, Allah sangat jauh dari ciptaannya sehingga tidak ada yang seperti dia. Para Teolog Muslim mengatakan bahwa apa pun yang terlintas dalam pikiran saat Anda memikirkan tentang Allah, Dia adalah suatu yang lain [dari yang semula telah dipikirkan]. Doktrin ini dikenal sebagai tanzih, atau transendensi. Ini adalah hal yang sangat penting, karena itu berarti mengatakan apapun tentang Allah adalah mustahil, karena akan menjadi tidak benar dan dia akan selalu menjadi suatu (konsep) yang lain. Jadi pada dasarnya, Allah benar-benar tidak dapat diketahui (dikenal). Dalam satu kumpulan Hadis, Muhammad dicatat telah mengatakan: "Pikirkan tentang ciptaan Allah dan jangan berpikir tentang Allah." Ini, tentu saja, sangat kontras dengan apa yang diajarkan Alkitab tentang ALLAH, yaitu bahwa kita diciptakan untuk berelasi dengan ALLAH, dengan tujuan yang jelas untuk mengenal-Nya.

Doktrin yang kedua, pertentangan dengan tatanan ciptaan (atau mukhaalafa), berpendapat bahwa tidak ada kesamaan sama sekali antara Allah dan ciptaan-Nya. Tidak jelas dalam teologia Islam apakah ini berlaku untuk segala sesuatunya termasuk tindakan Allah, atau apakah itu hanya berlaku untuk natur Allah. Misalnya, jika kita mengatakan bahwa Allah mendengar doa-doa, apakah kita memahami hal ini dengan yang kita biasa mengerti untuk kata mendengar? Para teolog Muslim tidak setuju apakah kita harus atau tidak harus. Hal ini, karenanya, menyebabkan kesulitan yang besar untuk mengerti semua pernyataan yang dibuat tentang Allah.

Misalnya, para teolog Muslim mengatakan ketika Al-Qur'an berbicara tentang tangan Allah, ini berarti bahwa Allah benar-benar memiliki tangan; namun, itu bukanlah seperti yang kita pikirkan tentang sebuah tangan tetapi itu tergantung pada kehendaknya yang mulia dan dalam cara bagaimana dia maksudkan. Sayangnya kita tidak diberitahukan apa pun selain: Allah maksudkan apa saja yang dia maksudkan (akan tetapi kita tidak tahu apa yang dimaksudkan itu).

Jadi, kita dapat melihat sebagai hasil dari dua prinsip kunci ini, kita tidak dapat memahami ajaran apa pun tentang Allah karena tidak mungkin untuk menyatakan apa pun tentang dia tanpa melanggar dua prinsip ini dan membuat apa yang telah dinyatakan menjadi tidak benar.

Mengingat kedua prinsip ini, mari kita memperhatikan beberapa ajaran lain tentang Allah. Dalam Al-Qur'an, kita melihat referensi atas "nama-nama yang terbaik untuk Allah" (Al-Qur'an 7:180). Umat Muslim umumnya mengatakan bahwa Ia memiliki 99 nama, tetapi tidak ada kesepakatan bersama tentang apa sebenarnya 99 nama ini, dan pada kenyataannya beberapa cendekiawan Muslim telah menghitung hingga total berjumlah 276 nama yang berbeda bagi Allah dari Al-Qur'an dan Hadis. Salah satu alasan perbedaan tersebut adalah bahwa tidak semua orang setuju bahwa berbagai koleksi Hadis dapat diandalkan (atau atas keasliannya). Seperti disebutkan di atas, beberapa koleksi kurang lebih dapat diterima oleh semua Muslim Sunni (misalnya yang dikumpulkan oleh Muslim atau Bukhari), tetapi koleksi lainnya tidak diterima dengan luas. Nama-nama Allah harus secara eksplisit dinyatakan seperti itu dalam Al-Qur'an atau Hadis, bukan berasal dari suatu tindakan atau kata kerja. Misalnya, umat Muslim dapat menyebut Allah "al-Qahhar" – Sang Penakluk – sebagaimana nama ini ada dalam Al-Qur'an (Al-Qur'an 39:5), tetapi mereka tidak dapat menyebut Allah dengan "al-'Aati" – Sang Pemberi – dikarenakan nama khusus ini tidak ada di dalam Al-Qur'an atau Hadis, meskipun Allah digambarkan sebagai sosok yang memberi di beberapa bagian. Salah satu alasan mengapa umat Muslim mengatakan nama tidak dapat diberikan atas tindakan adalah karena beberapa tindakan Allah dalam Al-Qur'an tidak akan mewakili-Nya secara tetap, karena hanya berlaku untuk konteks di mana hal itu terjadi. Sebagai contoh, Allah tidak dapat disebut sebagai Penipu, meskipun ia dicatat sebagai pribadi munafik yang menipu dalam Al-Qur'an (Al-Qur'an 4:142).

Kesulitan lainnya adalah (seperti yang ada di hampir setiap mata pokok pembahasan dalam Islam) tidak ada kesepakatan antara para cendekiawan tentang apa yang dapat atau apa yang harus didiskusikan; beberapa cendekiawan mengatakan bahwa natur Allah tidak boleh dibahas, sementara yang lainnya tidak bermasalah untuk membahasnya.

Sehingga berujung dengan yang keseluruhan hal yang tampaknya memiliki pertentangan dan tidak dikenal. Allah bukanlah makhluk fisik, namun umat Muslim akan benar-benar melihatnya di firdaus dan terlebih lagi, ia duduk di atas takhta – yang diyakini umat Muslim sebagai tahta yang sesungguhnya. Dia tidak berinkarnasi, namun dia memiliki tangan, wajah, mata, kaki, sisi – yang diyakini umat Muslim adalah bagian tubuh literal yang sebenarnya. Dia ada di mana-mana namun dia bisa datang dan pergi. Keyakinan seperti itu akan membuat frustrasi siapa pun yang mencoba membuat sistem yang koheren (menyatu) tentangnya. Akibatnya, banyak umat Muslim akhirnya menerima pertentangan ini sebagai sesuatu yang tidak dapat dijelaskan.

Adapun penerapan praktis dari pemahaman tentang Allah yang demikian adalah, Anda akan menemukan bahwa, karena umat Muslim percaya segala sesuatu telah diputuskan sebelumnya oleh Allah dan tidak ada yang dapat dilakukan manusia untuk mengubahnya karena tindakan mereka diciptakan oleh Allah, Islam adalah salah satu sistem kepercayaan paling fatal dalam sejarah. Keyakinan ini menghambat aspirasi manusia karena umat Muslim sepenuhnya diyakinkan bahwa Anda tidak dapat mencapai apapun juga kurang lebih dari apa yang sudah ditakdirkan bagi Anda, tanpa memedulikan apa yang Anda lakukan.

www.Grace-and-Truth.net

Page last modified on January 05, 2024, at 05:58 AM | powered by PmWiki (pmwiki-2.3.3)