Home
Links
Contact
About us
Impressum
Site Map?


Afrikaans
عربي
বাংলা
Dan (Mande)
Bahasa Indones.
Cebuano
Deutsch
English-1
English-2
Español
Français
Hausa/هَوُسَا
עברית
हिन्दी
Igbo
ქართული
Kirundi
Kiswahili
മലയാളം
O‘zbek
Peul
Português
Русский
Soomaaliga
தமிழ்
తెలుగు
Türkçe
Twi
Українська
اردو
Yorùbá
中文



Home (Old)
Content (Old)


Indonesian (Old)
English (Old)
German (Old)
Russian (Old)\\

Home -- Indonesian -- 17-Understanding Islam -- 012 (Mohammed’s move to Madina and the establishment of Islam as a military force)
This page in: -- Arabic? -- Bengali -- Cebuano? -- English -- French -- Hausa -- Hindi -- Igbo -- INDONESIAN -- Kiswahili -- Malayalam -- Russian -- Somali? -- Ukrainian? -- Yoruba?

Previous Chapter -- Next Chapter

17. Memahami Islam
BAGIAN SATU: MEMAHAMI AWAL MULA ISLAM
BAB 2: KEHIDUPAN MUHAMMAD

2.4. Perpindahan Muhammad ke Medinah dan Pembentukan Islam Sebagai Kekuatan Militer


Tiga belas tahun setelah Muhammad menyatakan melihat penglihatan dari malaikat Jibril, Khadijah meninggal. Selama dalam pernikahan dengannya, Muhammad tidak mengambil istri kedua. Namun, segera setelah kematian Khadijah, dia menikahi seorang janda bernama Sauda, dan ketika masih menikah dengannya, dia menikahi seorang gadis muda bernama Aisha.

Ini bukanlah satu-satunya hal yang berubah secara radikal setelah kematian Khadijah. Paman Muhammad meninggal tak lama berselang, dan setelah kematiannya, Muhammad kehilangan perlindungan yang dia nikmati. Sisa klannya tetap menjadi penyembah berhala, dan tidak ada kasih di antara mereka dan Muhammad. Akibatnya, Muhammad meninggalkan Mekah bersama istri-istrinya dan sekitar tujuh puluh pengikutnya, dan mereka pindah ke Medinah untuk menghindari penganiayaan. Di Medinah dia menikahi beberapa istrinya, sampai dia memiliki antara 11 dan 15 (tergantung sumber catatan) pada saat yang sama. Beberapa istrinya diceraikannya, jadi secara total dia dilaporkan memiliki jumlah antara 15 sampai dengan 25 istri.

Mengapa Muhammad memilih Medinah sebagai tujuannya? Seperti disebutkan sebelumnya, kerabat ibu Muhammad semuanya adalah warga Medinah; meskipun dia sendiri secara teknis tidak dianggap sebagai bagian dari klan mereka (masyarakat lokal benar-benar patrilineal), namun mereka memberinya beberapa tingkatan perlindungan di rumah barunya. Ada juga suku-suku Arab di kota itu yang mengakuinya sebagai seorang nabi (meskipun tidak semua dari mereka pindah ke agama barunya). Bahkan sebelum mereka pindah ke Mekah, dia telah diakui sebagai pemimpin dengan beberapa kecakapan, dan telah diminta untuk menjadi perantara perdamaian antara dua suku Medinah yang berseteru, Bani Khazraj dan Bani Aus. Setelah dia menyatukan mereka, mereka mengubur kapak dan berjanji setia kepada agama yang umum. Mereka dikenal sebagai Ansar, atau "penolong" Muhammad.

Medinah memiliki struktur sosial yang aneh. Kota itu memiliki dua suku besar Arab, Bani Khazraj dan Bani Aus. Ada juga beberapa suku Yahudi: Bani Qurayza, Bani Qaynuqa, dan Bani Nadir. Suku-suku Yahudi ini telah bermigrasi dari Syam beberapa abad sebelumnya, dan telah memantapkan diri di sekitar Arab yang sebagian besar bekerja sebagai pedagang atau pembuat perhiasan.

Perpindahan ke Medinah menandai pergeseran besar bukan hanya lokasinya saja, tetapi juga dalam ajarannya. Perpindahan ini begitu pentingnya sehingga saat ini dianggap sebagai awalnya untuk kalender Islam (dinamai kalender Hijriah, bahasa Arab untuk "migrasi"), dan mereka yang pindah bersamanya dikenal sebagai Muhajirin (atau emigran), dan sampai hari ini dianggap memiliki status yang lebih tinggi di antara umat Islam sebagai penghargaan atas kesulitan dan penganiayaan yang telah mereka alami di Mekah.

Begitu Muhammad meninggalkan Mekah, agama cinta damai yang biasa dia khotbahkan berakhir dan ajarannya mengambil gaya yang sangat berbeda. Al-Qur'an – meskipun tidak tersusun hingga di waktu mendatang – berisi catatan ajaran Muhammad dari kedua periode tersebut, dan ada perbedaan yang jelas antara apa yang dikenal sebagai Surah (atau bab) Makiyah, dan Surah Madaniyah yang dibaca sebagai panduan perang dikarenakan Muhammad berubah dari pengkhotbah spiritual menjadi jenderal militer yang brutal.

Tepat sebelum Hijrah, telah terjadi bencana kelaparan di Medinah dan tanah itu tidak lagi mampu menopang pertumbuhan populasi. Akibatnya ketika Muhammad tiba, dia menemukan bahwa makanan tidak cukup untuknya ataupun para pengikutnya (ataupun juga bagi suku-suku yang sudah ada di sana sebelumnya). Jadi setelah dia menetap, dia melakukan empat penyerangan yang gagal kepada karavan-karavan Quraisy yang melakukan perjalanan ke Mekah dan dari Mekah. Kemudian pada bulan Maret tahun 624 (pada tahun kedua setelah Hijrah), dia merencanakan penyergapan terhadap karavan pedagang yang dipimpin oleh Abu Sufyan ibn Harb ‒ salah satu pemimpin suku Quraisy Mekah di mana ayahnya berasal ‒ yang kembali dari Suriah. Abu Sufyan mengetahui rencana itu dari pengintainya, dan mengirim pesan ke Mekah untuk meminta bantuan. Suku Quraisy mengirimkannya sekitar seribu tentara; namun, Abu Sufyan bin Harb mengubah rute dan berhasil menghindari penyergapan. Meskipun demikian, orang-orang Mekah memutuskan untuk bergerak melawan Muhammad. Kedua pasukan bertemu di sumur Badar (70 mil barat daya Medinah). Tentara Quraisy tiga kali lebih besar dari tentara Muslim, namun umat Islam memenangkan pertempuran dengan menguasai sumber air, sumur tersebut.

Kemenangan pada konflik bersenjata pertama mereka ini mengubah banyak hal bagi negara Islam yang baru. Sekarang umat Islam melihat kemungkinan memenangkan konflik bersenjata melawan pasukan yang jauh lebih besar daripada mereka sendiri, dan mereka bahkan melihat kemungkinan memulai serangan terhadap Mekah dan sekutunya. Jadi selama setahun setelah Pertempuran Badar, umat Islam melakukan ekspedisi yang lebih kecil melawan beberapa pengecam Muhammad yang lebih vokal – bukan untuk memenuhi kebutuhan praktis akan makanan (yang adalah motivasi untuk percobaan penyergapan karavan-karavan awalnya) tetapi hanya untuk membungkam oposisi terhadap ajaran Islam.

Dua serangan semacam itu dilakukan pada seorang pria bernama Abu Afak dan terhadap seorang wanita bernama Asma Binti Marwan. Abu Afak adalah seorang pria buta tua yang menulis puisi yang mencela Muhammad dan perilaku kekerasannya; dia tidak menjadi ancaman fisik bagi Muhammad, namun Muhammad, yang tidak memiliki toleransi terhadap kritik, membunuhnya. Beberapa sumber Islam modern mencoba membenarkan pembunuhannya dengan mengklaim bahwa dia dibunuh bukan karena dia menulis puisi yang kritis terhadap Muhammad tetapi karena dia menghasut perang melawan Muhammad. Namun tidak ada bukti untuk ini; kutipan arab dari tulisan sejarawan Ibnu Kathir yang digunakan untuk mendukung klaim ini banyak diedit untuk menghilangkan fakta bahwa Abu Afak adalah seorang penyair berusia 120 tahun, dan bahwa karyanya bukan merupakan panggilan untuk berperang (kata yang digunakan oleh Ibnu Kathir yang diterjemahkan atau ditafsirkan sebagai "perang yang dihasut" - ḥarriḍ - selalu dipahami dalam arti positif ketika digunakan dalam al-Qur'an yang berarti "diberi semangat," "dibangkitkan," "diilhami" atau "dimotivasi" dan dengan demikian tidak ada alasan untuk berpikir bahwa dalam konteks ini, kata itu diartikan secara berbeda. Itu bukanlah cara yang tepat untuk menjawab keberatan jika Anda harus menghapus bukti terhadap tesis Anda baik dengan cara salah menerjemahkan atau dengan benar-benar menghapus bukti tandingan. Pendekatan “Procrustean Bed” (dipaksakan dengan sewenang-wenang) terhadap bukti ini sangat umum dalam apologetika Islam, di mana standar sewenang-wenang diterapkan untuk memaksa hasil yang diinginkan.

Ketika berita pembunuhan itu menyebar, seorang wanita bernama Asma Binti Marwan menulis puisi yang mengecam tindakan itu dan para pengikut Muhammad. Ketika Muhammad mendengar tentang ini, dia bertanya kepada para pengikutnya "Siapa yang akan menyingkirkan Binti Marwan untuk saya?" Salah satunya kebetulan adalah anggota suku Asma; dia membunuhnya pada malam hari dan melaporkan pembunuhan itu kepada Muhammad keesokan harinya. Muhammad memuji tindakannya, mengatakan bahwa bahkan dua ekor kambing tidak akan membenturkan kepala atas kematiannya. Ini, kemudian, adalah cara Muhammad; Asma Binti Marwan, juga Abu Afak, bukanlah seorang pejuang atau pun petarung melainkan seorang kritikus. Namun dia membunuh mereka dalam tidurnya.

Pembunuhan Asma Binti Marwan menandai titik balik kepemimpinan Muhammad. Jika sebelumnya mereka yang mengikuti Muhammad yang berasal dari suku Asma merahasiakannya, mereka sekarang terbuka tentang hal itu dan suku itu secara keseluruhan dilaporkan oleh sejarawan Ibnu Hisham telah "melihat kekuatan Islam" dan bergabung dengan barisan mereka (meskipun kita tidak bisa mengatakannya entah hal itu disebabkan oleh kekaguman atau ketakutan).

Ketika Muhammad melanjutkan ekspedisinya memerangi lawan-lawannya, dia mengalihkan perhatiannya ke salah satu suku Yahudi di Medinah, Bani Qaynuqa. Sejarawan Muslim tidak setuju dengan alasan agresi Muslim ini terhadap orang-orang Yahudi; beberapa catatan mengatakan, hal itu terjadi karena satu atau lebih pemuda Yahudi mengintimidasi seorang wanita Muslim, tetapi sumber lain mengatakan suku Yahudi menantangnya untuk tidak berpikir bahwa Muhammad bisa melawan mereka dan menang hanya karena dia telah mengalahkan orang-orang Quraisy (Safiurahman al-Mubaraki, Nektar Tersegel). Awalnya, Muhammad ingin membunuh semua anggota suku tersebut tetapi akhirnya dibujuk oleh salah satu kepala suku Medinah (Abdullah bin Ubayy ibn Salul) untuk mengusir seluruh suku dari Medinah. Muhammad menyita semua harta dan barang-barang mereka dan membaginya di antara para pengikutnya, dengan mengambil seperlima dari rampasan untuk dirinya sendiri

Muhammad melakukan ekspedisi yang kecil sampai bulan Maret tahun 625, ketika Quraisy membalas dengan berbaris melawan Muhammad dengan pasukan yang kuat sejumlah 3000 orang yang dipimpin oleh Abu Sufyan, Khalid ibn al-Walid, dan 'Amr ibn al-'As (yang kemudian menjadi Muslim setelah kekalahan mereka). Pertempuran itu terjadi pada hari Sabtu, 23 Maret 625 di sebuah lembah yang terletak di depan Gunung Uhud di utara Medinah. Kavaleri Mekah yang terdiri dari 200 orang secara signifikan melebihi jumlah kavaleri Muslim dengan 4 banding 1. Pertempuran ini umumnya diyakini sebagai kekalahan bagi umat Islam, dan bahkan Al-Qur'an mengakuinya sebagai berikut:

"Dan apa yang menimpa kamu pada hari bertemunya dua pasukan (di Uhud,) adalah seizin Allah bahwa Dia akan membuktikan kaum percayanya (sejati). Dan Dia akan membuktikan mereka yang adalah kaum munafik. Karena kepada mereka telah dikatakan, ‘Marilah, berperanglah di jalan Allah atau (setidaknya) pertahankanlah.’ Mereka menjawab, ‘jika kami mengetahui (di sana akan ada) perang, kami pasti akan mengikutimu.’ Di hari itu mereka lebih dekat pada kebebalan daripada beriman, mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak berasal dari hatinya. Dan Allah Maha Tahu atas apa yang mereka pikirkan. Mereka yang sebelumnya menyuruh para saudara laki-laki mereka sementara mereka duduk (di rumah), ‘Jika saja mereka menuruti kita, mereka tidak akan terbunuh.’ Mengatakan, ‘Maka cegahlah kematian atas dirimu, jika kamu kaum benar.’ “ (Al’Quran 3:166-168)

Dalam pertempuran Muhammad terluka dan giginya patah; pamannya, Hamzah ibn 'Abdul-Muttalib, terbunuh. Terlepas dari kekalahan itu, bagaimanapun juga, pertempuran itu memberi Muhammad kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya sebagai jenderal militer dengan memilih posisi strategis di Uhud. Demikianlah gagasan tentang Islam militan yang mapan dan bersama itu menyadari pentingnya peperangan bagi negara Islam yang baru. Ini menandai titik di mana Muhammad mulai semakin bergantung pada kampanye militer untuk menyebarkan agama barunya.

Dalam beberapa tahun berikutnya Muhammad menyingkirkan suku-suku Yahudi yang tersisa di Medinah dengan mengusir Bani Nadir, dan membantai semua laki-laki Bani Qurayza dan mengambil wanita dan anak-anak mereka sebagai budak. Akhirnya, pada tahun 630 (hanya dua tahun sebelum kematiannya), dia melawan Mekah, dan menaklukkan kota kelahirannya yang telah menolak dia dan ajarannya.

Setelah kematian Muhammad, para Muslim terus berkembang melalui kekuatan militer dan dalam waktu seratus tahun mereka mendirikan sebuah kerajaan yang membentang dari selatan Prancis di barat ke India di timur, dan dari Armenia di utara ke Yaman di selatan.

www.Grace-and-Truth.net

Page last modified on January 05, 2024, at 05:56 AM | powered by PmWiki (pmwiki-2.3.3)