Home
Links
Contact
About us
Impressum
Site Map?


Afrikaans
عربي
বাংলা
Dan (Mande)
Bahasa Indones.
Cebuano
Deutsch
English-1
English-2
Español
Français
Hausa/هَوُسَا
עברית
हिन्दी
Igbo
ქართული
Kirundi
Kiswahili
മലയാളം
O‘zbek
Peul
Português
Русский
Soomaaliga
தமிழ்
తెలుగు
Türkçe
Twi
Українська
اردو
Yorùbá
中文



Home (Old)
Content (Old)


Indonesian (Old)
English (Old)
German (Old)
Russian (Old)\\

Home -- Indonesian -- 17-Understanding Islam -- 081 (The Bible Says the Spirit is God)
This page in: -- Arabic? -- Bengali -- Cebuano? -- English -- French -- Hausa -- Hindi -- Igbo -- INDONESIAN -- Kiswahili -- Malayalam -- Russian -- Somali? -- Ukrainian? -- Yoruba?

Previous Chapter -- Next Chapter

17. Memahami Islam
BAGIAN LIMA: MEMAHAMI KEBERATAN MUSLIM TERHADAP INJIL
BAB 13: KEBERATAN MUSLIM TERHADAP KEKRISTENAN
13.3. Keberatan Terhadap Trinitas

13.3.3. Alkitab Mengatakan Bahwa Roh Kudus adalah Allah


  • "Tetapi Petrus berkata: ”Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu? Selama tanah itu tidak dijual, bukankah itu tetap kepunyaanmu, dan setelah dijual, bukankah hasilnya itu tetap dalam kuasamu? Mengapa engkau merencanakan perbuatan itu dalam hatimu? Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah." (Kisah Para Rasul 5:3-4)
  • "Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus. " (Roma 8:9)
  • "Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku.." (Yohanes 15:26)
  • "Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan." (2 Korintus 3:17)

Perjanjian Lama merujuk kepada Allah dalam bentuk jamak di beberapa bagian. Pertama, dalam Kejadian 1:26 Allah menyebut diri-Nya menggunakan Elohim bentuk jamak dengan kata ganti jamak yang sesuai; dalam Kejadian 11:6-7 Dia menggunakan Yahweh dalam bentuk tunggal untuk merujuk diri-Nya sendiri tetapi sekali lagi menggunakan kata ganti jamak; dan dalam Yesaya 6:8 dia menggunakan kata ganti tunggal dan jamak dalam struktur paralel: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" Ayat-ayat ini memperjelas bahwa kita tidak berbicara tentang kesatuan mutlak melainkan kesatuan yang bersatu. Umat Muslim biasanya mencoba mengatakan "Kami" adalah bentuk jamak dari keagungan (atau kami bagi raja) seperti yang digunakan dalam Al-Qur’an. Hal ini valid jika Alkitab ditulis dalam bahasa Arab tetapi nyata tidak; Bahasa Ibrani tidak memiliki bentuk jamak untuk keagungan. Ada juga ayat-ayat lain dalam Alkitab yang membuat kemungkinan seperti itu tidak berlaku, seperti Yesaya 48:16:

" ‘Mendekatlah kepada-Ku, dengarlah ini: Dari dahulu tidak pernah Aku berkata dengan sembunyi dan pada waktu hal itu terjadi Aku ada di situ.” Dan sekarang, Tuhan Allah mengutus aku dengan Roh-Nya."

Ayat ini dengan jelas menggambarkan bahwa Allah, bersabda, adalah pengirim dan pengutus.

Selain itu Alkitab tidak berhenti pada kata-kata tetapi mengklarifikasi keilahian Yesus melalui tindakan. Dalam Injil Matius ketika Yesus sedang dibaptiskan, segera saat dia keluar dari air, dan lihatlah, langit dibukakan baginya, dan dia melihat Roh Allah turun seperti burung merpati dan turun ke atas-Nya; dan lihatlah, sebuah suara dari surga berkata,

"Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepadanyalah Aku berkenan" (Matius 3:16-17).

Di sini kita melihat Kristus berada di dalam air, roh menampakkan diri seperti burung merpati dan suara dari surga.

Doa berkat yang diberikan kepada gereja Korintus juga merujuk pada tiga, yang adalah satu:

"Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus menyertai kalian semua." (2 Korintus 13:14)

Akhirnya, aspek teologis dari trinitas mengenai karakter Allah adalah sesuatu yang jarang dipertimbangkan oleh umat Muslim. Al-Qur’an sering memberitahukan umat Muslim untuk memikirkan ciptaan Allah (Al-Qur’an 7:158; 33:20; 30:8; 86:5; 2:259), tetapi juga mengecilkan hati ‒ beberapa sarjana bahkan menafsirkannya sebagai larangan langsung ‒ memikirkan karakter Allah. Ada Hadis yang dikaitkan dengan Muhammad yang mengatakan:

"Pikirkan tentang ciptaan Allah dan jangan memikirkan esensi Allah, janganlah kamu sesat." (al-Laka‟y, Foundation of belief [Dasar Kepercayaan]).

Beberapa cendekiawan Muslim bahkan bertindak lebih jauh. Ini adalah beberapa contoh dari apa yang telah mereka katakan:

"Barangsiapa berpikir tentang Allah dan atribut-atributnya akan menjadi sesat, dan barangsiapa berpikir tentang ciptaan Allah dan tanda-tandanya akan bertambah imannya." (al- Asbahani, al-Hijja)
"Hal inilah kewajiban setiap muslim untuk memercayai semua yang Allah gambarkan tentang diri-Nya dan tinggalkan untuk memikirkan Allah." (Naeem ibn Hamad, Al-Laka‟y, Foundation of belief [Dasar Kepercayaan])
"Dilarang memikirkan esensi Allah sebab Manusia hanya perlu memikirkan apa yang mereka ketahui, sebab Allah melampaui semua pengetahuan." (al-Sanany, al-Taneer)

Pandangan demikian tentang Allah menghentikan umat Muslim untuk berpikir tentang esensi Allah dan kita harus membantu mereka mengatasi perkara ini. Kita setuju dengan umat Muslim bahwa Allah mengasihi, memberi, berfirman, dan mendengarkan. Atribut-atribut tersebut selalu berfungsi; tidak pernah Allah tidak mengasihi, mendengarkan, berbicara atau memberi. Pertanyaan pun muncul: sebelum penciptaan bagaimana atribut-atribut ini berfungsi? Jika Allah mengasihi dirinya sendiri, memberi kepada dirinya sendiri, berbicara pada dirinya sendiri dan mendengarkan dirinya sendiri, maka semua atribut tersebut tidak lagi sempurna tetapi berubah menjadi sesuatu yang sangat berbeda. Atau jika atribut-atribut baru berfungsi setelah adanya ciptaan, itu berarti bahwa Allah membutuhkan ciptaan-Nya agar dapat menjadikan Diri-Nya seutuhnya dalam hal mengekspresikan karakteristik-karakteristik ilahi-Nya yang kekal.

Para cendekiawan Muslim menemukan kesulitan ketika mereka mencoba menerapkan format kesatuan mutlaknya pada teologi Islam. Mereka berakhir dengan pernyataan seperti:

"Dalam masalah-masalah di mana tidak ada penolakan atau penegasan yang dilaporkan, masalah-masalah yang diperdebatkan umat seperti tubuh Allah, atau Allah menempati ruang, atau posisi tertentu, dan lain sebagainya.; Ahlu-s‐Sunnah (Muslim Sunni) menahan diri untuk membahasnya. Mereka tidak menegaskan atau menolaknya karena faktanya mereka tidak mendapati apa pun atas hal tersebut." (Penjelasan dalam Ringkasan dari al-Aqeedatu al-Hamawiyyah).

Pernyataan seperti itu hanyalah menghindari tanggung-jawab; itu digunakan untuk menghindari seluruh percakapan dikarenakan Al-Qur’an mengaitkan karakteristik manusia dengan Allah seperti memiliki tangan (Al-Qur’an 48:10), wajah (Al-Qur’an 28:88), sisi (Al-Qur’an 38:55-56). Hadis juga mengatakan Allah memiliki kaki:

"Api Neraka akan terus berkata: "Apakah ada lagi (orang-orang yang akan datang)?‟ Sampai Tuhan yang Berkuasa dan Berjaya akan meletakkan Kaki-Nya di atasnya dan kemudian akan berkata, "Qat! Qat! (cukup! cukup!) ‟." (Sahih Bukhari)

Jika kita ingin mengambil kondisi yang dipaksakan oleh para cendekiawan Muslim ketika berbicara tentang Allah, kita tidak akan dapat membicarakan Allah sama sekali. Kita harus menegaskan semua atribut-atribut-Nya tanpa menolaknya, mengubah kata-katanya, menyangkalnya, menyamakannya dengan apa pun, menggambar analogi atasnya, menyimpang darinya, menyebutkan hal-hal tersebut sebagai antropomorfisme, dan lain sebagainya. Ketidakmampuan kita untuk berbicara tentang Allah dalam kasus-kasus seperti itu disebabkan oleh fakta bahwa kita hanya dapat memahami bahasa berdasarkan konsep manusia. Jadi ketika Al-Qur’an dan Hadis mengatakan Allah memiliki dua tangan, wajah, dua mata, jari-jari, kaki, telapak kaki, maka harus dipahami bahwa kata-kata itu bermakna. Karena, hal itu tidak dapat dicocokkan dengan penyangkalan Islam terhadap inkarnasi, umat Muslim diperintahkan untuk "menahan diri untuk membicarakannya tentangnya". Masalah ini tidak dihadapi orang Kristen, karena semua atribut Allah selamanya berfungsi di dalam Trinitas. Dia tidak berubah setelah penciptaan; Dia tidak membutuhkan ciptaan-Nya untuk mendefinisikan diri-Nya sendiri; Atribut-atributnya tidaklah baru mulai berfungsi sesudah terjadi penciptaan. Sang Bapa mengasihi Sang Putra sebelum penciptaan, dan mereka mengasihi Roh Kudus (dan tentu saja semua ini masih benar). Seperti yang kita lihat, Islam tidak keberatan dengan doktrin Kristen yang sebenarnya tentang Trinitas (melainkan kesalahpahaman sepenuhnya atas apa yang kita yakini), dan lebih jauh lagi, ajaran Kristen tentang Trinitas adalah solusi untuk masalah yang diciptakan oleh konsep Islam tentang kesatuan mutlak.

Untuk meringkasnya:

  • Umat Kristen memercayai kesatuan yang menyatu bukan di dalam satu "Trinitas" yang mutlak.
  • Trinitas Kristen tidak memiliki istri atau pun anak kandung insani.
  • Umat Kristen tidak membuat kaum manusia menjadi Allah.
  • Islam tidak menentang Trinitas Kristen yang sebenarnya, melainkan gagasan yang salah tentang Trinitas yang tidak pernah dikatakan atau dipercayai oleh umat Kristen.
  • Trinitas Kristen tidak mengasosiasikan siapa pun dengan Allah, melainkan menjelaskan Allah saat Dia menyatakan diri-Nya.
  • Umat Muslim tidak boleh membahas esensi Allah karena dilarang oleh para ulamanya.
  • Satu-satunya alasan umat Muslim menyangkal Trinitas adalah karena mereka berpikir Trinitas adalah bentuk politeisme.

www.Grace-and-Truth.net

Page last modified on January 12, 2024, at 08:04 AM | powered by PmWiki (pmwiki-2.3.3)